Senin, 04 Januari 2010

Akreditasi sekolah

AKREDITASI SEKOLAH
Akreditasi sekolah adalah kegiatan penilaian (asesmen) sekolah secara sistematis dan komprehensif melalui kegiatan evaluasi diri dan evaluasi eksternal (visitasi) untuk menentuksn kelayakan dan kinerja sekolah.
Dasar Hukum Akreditasi Sekolah
Dasar hukum akreditasi sekolah utama adalah : Undang Undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 60, Peraturana Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Pasal 86 & 87 dan Surat Keputusan Mendiknas No. 87/U/2002.

Tujuan Akreditasi Sekolah
Akreditasi sekolah bertujuan untuk : (a) menentukan tingkat kelayakan suatu sekolah dalam menyelenggarakan layanan pendidikan dan (b) memperoleh gambaran tentang kinerja sekolah
Fungsi Akreditasi Sekolah
Fungsi akreditasi sekolah adalah : (a) untuk pengetahuan, yakni dalam rangka mengetahui bagaimana kelayakan & kinerja sekolah dilihat dari berbagai unsur yang terkait, mengacu kepada baku kualitas yang dikembangkan berdasarkan indikator-indikator amalan baik sekolah, (b) untuk akuntabilitas, yakni agar sekolah dapat mempertanggungjawabkan apakah layanan yang diberikan memenuhi harapan atau keinginan masyarakat, dan (c) untuk kepentingan pengembangan, yakni agar sekolah dapat melakukan peningkatan kualitas atau pengembangan berdasarkan masukan dari hasil akreditasi Prinsip-Prinsip Akreditasi Sekolah

Prinsip – prinsip akreditasi yaitu : (a) objektif, informasi objektif tentangg kelayakan dan kinerja sekolah, (b) efektif, hasil akreditasi memberikan informasi yang dapat dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan, (c) komprehensif, meliputi berbagai aspek dan menyeluruh, (d) memandirikan, sekolah dapat berupaya meningkatkan mutu dengan bercermin pada evaluasi diri, dan (d) keharusan (mandatori), akreditasi dilakukan untuk setiap sekolah sesuai dengan kesiapan sekolah.

Karakteristik Sistem Akreditasi Sekolah
Sistem akreditasi memiliki karakteristik : (a) keseimbangan fokus antara kelayakan dan kinerja sekolah, (b) keseimbangan antara penilaian internal dan eksternal, dan (d) keseimbangan antara penetapan formal peringkat sekolah dan umpan balik perbaikan

Cakupam Akreditasi Sekolah
Akreditasi sekolah dilaksanakan mencakup : (a) Lembaga satuan pendidikan (TK, SD, SMP, SMA) dan (b) Program Kejuruan/kekhususan (SDLB, SMPLB, SMALB, SMK)
Komponen Penilaian Akreditasi Sekolah Akreditasi sekolah mencakup penilaian terhadap sembilan komponen sekolah, yaitui (a) kurikulum dan proses belajar mengajar; (b) administrasi dan manajemen sekolah; (c) organisasi dan kelembagaan sekolah; (d) sarana prasarana (e) ketenagaan; (f) pembiayaan; (g) peserta didik; (h) peranserta masyarakat; dan (1) lingkungan dan kultur sekolah. Masing-masing kompoenen dijabarkan ke dalam beberapa aspek. Dari masing-aspek dijabarkan lagi kedalam indikator. Berdasarkan indikator dibuat item-item yang tersusun dalam Instrumen Evaluasi Diri dan Instrumen Visitasi.

Prosedur Akreditasi Sekolah
Akreditasi dilaksanakan melalui prosedur sebagai berikut : (a) pengajuan permohonan akreditasi dari sekolah; (b) evaluasi diri oleh sekolah; (c) pengolahan hasil evaluasi diri ; (d) visitasi oleh asesor; (e) penetapan hasil akreditasi; (f) penerbitan sertifikat dan laporan akreditasi

Standar penilaian

STANDAR PENILAIAN

Standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik. Penilaian pendidikan adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik. Ulangan adalah proses yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik secara berkelanjutan dalam proses pembelajaran, untuk memantau kemajuan, melakukan perbaikan pembelajaran, dan menentukan keberhasilan belajar peserta didik.

Penilaian oleh Pendidik
Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan secara berkesinambungan, bertujuan untuk memantau proses dan kemajuan belajar peserta didik serta untuk meningkatkan efektivitas kegiatan pembelajaran. Penilaian tersebut meliputi kegiatan sebagai berikut:
1. Menginformasikan silabus mata pelajaran yang di dalamnya memuat rancangan dan kriteria penilaian pada awal semester.
2. Mengembangkan indikator pencapaian KD dan memilih teknik penilaian yang sesuai pada saat menyusun silabus mata pelajaran.
3. Mengembangkan instrumen dan pedoman penilaian sesuai dengan bentuk dan teknik penilaian yang dipilih.
4. Melaksanakan tes, pengamatan, penugasan, dan/atau bentuk lain yang diperlukan.
5. Mengolah hasil penilaian untuk mengetahui kemajuan hasil belajar dan kesulitan belajar peserta didik.
6. Mengembalikan hasil pemeriksaan pekerjaan peserta didik disertai balikan/komentar yang mendidik.
7. Memanfaatkan hasil penilaian untuk perbaikan pembelajaran.
8. Melaporkan hasil penilaian mata pelajaran pada setiap akhir semester kepada pimpinan satuan pendidikan dalam bentuk satu nilai prestasi belajar peserta didik disertai deskripsi singkat sebagai cerminan kompetensi utuh.
9. Melaporkan hasil penilaian akhlak kepada guru Pendidikan Agama dan hasil penilaian kepribadian kepada guru Pendidikan Kewarganegaraan sebagai informasi untuk menentukan nilai akhir semester akhlak dankepribadian peserta didik dengan kategori sangat baik, baik, atau kurang baik.

Penilaian oleh Satuan Pendidikan
Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan dilakukan untuk menilai pencapaian kompetensi peserta didik pada semua mata pelajaran. Penilaian tersebut meliputi kegiatan sebagai berikut:
1. Menentukan KKM setiap mata pelajaran dengan memperhatikan karakteristik peserta didik, karakteristik mata pelajaran, dan kondisi satuan pendidikan melalui rapat dewan pendidik.
2. Mengkoordinasikan ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas.
3. Menentukan kriteria kenaikan kelas bagi satuan pendidikan yang menggunakan sistem paket melalui rapat dewan pendidik.
4. Menentukan kriteria program pembelajaran bagi satuan pendidikan yang menggunakan sistem kredit semester melalui rapat dewan pendidik.
5. Menentukan nilai akhir kelompok mata pelajaran estetika dan kelompok mata pelajaran pendidikan jasmani, olah raga dan kesehatan melalui rapat dewan pendidik dengan mempertimbangkan hasil penilaian oleh pendidik.
6. Menentukan nilai akhir kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia dan kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian dilakukan melalui rapat dewan pendidik dengan mempertimbangkan hasil penilaian oleh pendidik dan nilai hasil ujian sekolah/madrasah.
7. Menyelenggarakan ujian sekolah/madrasah dan menentukan kelulusan peserta didik dari ujian sekolah/madrasah sesuai dengan POS Ujian Sekolah/Madrasah bagi satuan pendidikan penyelenggara UN.
8. Melaporkan hasil penilaian mata pelajaran untuk semua kelompok mata pelajaran pada setiap akhir semester kepada orang tua/wali peserta didik dalam bentuk buku laporan pendidikan.
9. Melaporkan pencapaian hasil belajar tingkat satuan pendidikan kepada dinas pendidikan kabupaten/kota.
10. Menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan melaluirapat dewan pendidik sesuai dengan kriteria:
a. Menyelesaikan seluruh program pembelajaran.
b. Memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruhmata pelajaran kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia;kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian; kelompok mata pelajaran estetika; dan kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan.
c. Lulus ujian sekolah/madrasah.
d. Lulus UN.
11. Menerbitkan Surat Keterangan Hasil Ujian Nasional (SKHUN) setiap peserta didik yang mengikuti Ujian Nasional bagi satuan pendidikan penyelenggara UN.
12. Menerbitkan ijazah setiap peserta didik yang lulus dari satuan pendidikan bagi satuan pendidikan penyelenggara UN.

Penilaian oleh Pemerintah
1. Penilaian hasil belajar oleh pemerintah dilakukan dalam bentuk UN yang bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi.
2. UN didukung oleh suatu sistem yang menjamin mutu dan kerahasiaan soal serta pelaksanaan yang aman, jujur, dan adil.
3. Dalam rangka penggunaan hasil UN untuk pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidikan, Pemerintah menganalisis dan membuat peta daya serap berdasarkan hasil UN dan menyampaikan ke pihak yang berkepentingan.
4. Hasil UN menjadi salah satu pertimbangan dalam pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan.
5. Hasil UN digunakan sebagai salah satu pertimbangan dalam menentukan kelulusan peserta didik pada seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya.
6. Hasil UN digunakan sebagai salah satu penentu kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan yang kriteria kelulusannya ditetapkan setiap tahun oleh Menteri berdasarkan rekomendasi BSNP.

STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN

STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN

Standar Pengelolaan terdiri dari 3 (tiga) bagian, yakni standar pengelolaan oleh satuan pendidikan, standar pengelolaan oleh Pemerintah Daerah dan standar pengelolaan oleh Pemerintah.Berikut ini, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia yang berkaitan dengan Standar Pengelolaan.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Standar Pengelolaan Oleh Satuan Pendidikan.
Pasal 49-(1)Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menerapkan manajemen berbasisi sekolah ynag ditunjkan dengan kemandirian,kemitraan,partisipasi,keterbukaan,dan akuntabilitas
(2)Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi menerapkan otonomi perguruan tinggi.

Standar Pengelolaan Oleh Pemerintah Daerah
Pasal 59-(1)Pemerintah daerah menyusun rencana kerja tahunan bidang pendidikan dengan memprioritaskan program:
a.wajib belajar;
b.peningkatan angka partisipasi pendidikan untuk jenjang pendidikan menengah;
c.penuntasan pemberantasan buta aksara;
d.penjaminan mutu pada satuan pendidikan,baik yang diselengarakan oleh Pemerintah
e.Daerah maupun masyarakat;
f.peningkatan status guru sebagai profesi;
g.akreditasi pendidika;
h.peningkatan relevansi pendidikan terhadap kebutuhan masyarakat;dan
i.pemenuhan standar pelayanan minimal(SPM)bidang pendidikan.[...]


Standar Pengelolaan Oleh Pemerintah
Pasal 60-Pemerintah menyusun rencana kerja tahunan bidang pendidikan dengan memprioritaskan program:
a.wajib belajar;
b.peningkatan angka partisipasi pendidikan untuk jenjang pendidikan menengah dan tinggi;
c.penuntasan pemberantasan buta aksara;
d.penjaminan mutu pada satuan pendidikan,baik ysng diselengarakan oleh pemerintah
e.maupun masyarakat;
f.peningkatan status guru sebagai profesi;
g.peningkatan mutu dosen;
h.standarisasi pendidikan;
i.akreditasi pendidikan;
j.peningkatan relevansi pendidikan terhadap kebutuhan lokal,nasional,dan global;
k.pemenuhan Standar Pelayanan Minimal(SPM)bidang pendidikan; dan Penjaminan mutu pendidikan nasional.
Standar Pengelolaan Pendidikan
Sekolah/Madrasah tidak lagi menjalankan kebijakan yang bersifat sentralistik dan pengambilan keputusan terpusat , tetapi bergeser ke arah desentralistik dan manajemen partisipatif berdasarkan pola manajemen berbasis sekolah (MBS/M)
Standar Pengelolaan Sekolah/Madrasah berdasarkan Permendiknas Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan
Akreditasi sekolah/madrasah merupakan pelaksanaan supervisi dan evaluasi standar pengelolaan pendidikan

Dasar
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
Peraturan Mendiknas Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan

Standar pembiayaan

Guru sulit terapkan standar pembiayaan
JAKARTA - Draft naskah akademik Standar Pembiayaan yang hanya mencakup biaya operasional SD/MI, SMP/MTs dan SMA/MA negeri dan swasta yang tengah dibahas dalam uji publik oleh stake holder dinilai sejumlah peserta uji publik terlalu detail atau rinci. Para peserta pun khawatir dengan draft seperti itu akan sulit diterapkan oleh sekolah. Karena itu, sangat disayangkan.
Demikian benang merah yang dapat ditarik dalam diskusi mengenai paparan tim ahli standar biaya pendidikan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) menjelang diskusi kelompok sesaat setelah dibuka Ketua BSNP Prof Dr Yunan Yusuf dalam pembukaan Uji Publik Standar Pembiayaan yang diikuti stake holder pendidikan dari seluruh Indonesia, Jumat (15/12).
"Kalau saya pelajari draft naskah akademik standar pembiayaan yang memuat secara dan begitu rinci pembiayaan sejumlah komponen operasional pendidikan, saya khawatir tidak dapat dilaksanakan di lapangan. Kalau pun bisa, mungkin akan banyak pelanggaran yang dilakukan kepala sekolah atau guru di sekolah," jelas Dr. Fathoni Rozly, peserta dari Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Pusat.
Menurut dia, seharusnya tim ahli perumus standar pembiayaan BSNP ini tidak menyusun naskah akademik seperti ini. Sebab, akan sulit dilaksanakan oleh kepala sekolah atau guru. Karena itu, perlu direvisi karena dikhawatirkan jika draft naskah akademik ini selesai dibahas dan direkomendasikan kepada pemerintah sebagai peraturan pemerintah atau peraturan menteri akan sangat merepotkan sekolah.
Fathoni juga menyatakan kesalutannya kepada tim ahli yang telah membuat draft naskah akademik ini. Namun dia balik bertanya apakah perbandingan biaya yan diperoleh dari sejumla daerah di Indonesia sudah sangat valid atau sesuai dengan kondisi saat ini. Apalagi kalau dikaitkan dengan komitmen pemerintah daerah terhadap anggaran pendidikan.
Menanggapi masalah ini ketua tim ahli standar biaya pendidikan Dr. Ninasapti Triaswati yang juga dosen pada fakultas ekonomi Universitas Indonesia itu mengatakan, draft naskah akademik ini memang sudah disusun sedemikian rupa dengan mempertimbangkan berbagai masukan dari informasi dan data yang diperoleh di lapangan.
Ketua BSNP Yunan Yusuf mengemukakan, dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan pendanaan pendidika menjadi tanggunjawab bersama antara pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat. Untuk itu, mutlak dikembangkan standar pembiayaan pendidikan. "Pembiayaan pendidikan tersebut mencakup biaya investasi, biaya operasi dan biaya personal," paparnya.
Biaya investasi pendidikan meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, biaya pengembangan sumber daya manusia, modal kerja tetap. Selain itu, biaya personal yang harus dikeluarkan tiap peserta didik.

Sumber: Harian Terbit

Standar Sarana dan Prasarana Pendidikan

Standar Sarana dan Prasarana Pendidikan
Posted by d2n5r0 at 22:55
30Okt

LATAR BELAKANG
Pelaksanaan pendidikan nasional harus menjamin pemerataan dan peningkatan mutu pendidikan di tengah perubahan global agar warga Indonesia menjadi manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, cerdas, produktif, dan berdaya saing tinggi dalam pergaulan nasional maupun internasional. Untuk menjamin tercapainya tujuan pendidikan tersebut, Pemerintah telah mengamanatkan penyusunan delapan standar nasional pendidikan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimum tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.Pelaksanaan pembelajaran dalam pendidikan nasional berpusat pada peserta didik agar dapat:


(a) belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
(b) belajar untuk memahami dan menghayati,
(c) belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif,
(d) belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain, dan
(e) belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.
Untuk menjamin terwujudnya hal tersebut diperlukan adanya sarana dan prasarana yang memadai. Sarana dan prasarana yang memadai tersebut harus memenuhi ketentuan minimum yang ditetapkan dalam standar sarana dan prasarana.Standar sarana dan prasarana ini untuk lingkup pendidikan formal, jenis pendidikan umum, jenjang pendidikan dasar dan menengah yaitu: Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), dan Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA). Standar sarana dan prasarana ini mencakup:
1. kriteria minimum sarana yang terdiri dari perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, teknologi informasi dan komunikasi, serta perlengkapan lain yang wajib dimiliki oleh setiap sekolah/madrasah,
2. kriteria minimum prasarana yang terdiri dari lahan, bangunan, ruang-ruang, dan instalasi daya dan jasa yang wajib dimiliki oleh setiap sekolah/madrasah.
PENGERTIAN
1. Sarana adalah perlengkapan pembelajaran yang dapat dipindah-pindah.
2. Prasarana adalah fasilitas dasar untuk menjalankan fungsi sekolah/madrasah.
3. Perabot adalah sarana pengisi ruang.
4. Peralatan pendidikan adalah sarana yang secara langsung digunakan untuk pembelajaran.
5. Media pendidikan adalah peralatan pendidikan yang digunakan untuk membantu komunikasi dalam pembelajaran.
6. Buku adalah karya tulis yang diterbitkan sebagai sumber belajar.
7. Buku teks pelajaran adalah buku pelajaran yang menjadi pegangan peserta didik dan guru untuk setiap mata pelajaran.
8. Buku pengayaan adalah buku untuk memperkaya pengetahuan peserta didik dan guru.
9. Buku referensi adalah buku rujukan untuk mencari informasi atau data tertentu.
10. Sumber belajar lainnya adalah sumber informasi dalam bentuk selain buku meliputi jurnal, majalah, surat kabar, poster, situs (website), dan compact disk.
11. Bahan habis pakai adalah barang yang digunakan dan habis dalam waktu relatif singkat.
12. Perlengkapan lain adalah alat mesin kantor dan peralatan tambahan yang digunakan untuk mendukung fungsi sekolah/madrasah.
13. Teknologi informasi dan komunikasi adalah satuan perangkat keras dan lunak yang berkaitan dengan akses dan pengelolaan informasi dan komunikasi.
14. Lahan adalah bidang permukaan tanah yang di atasnya terdapat prasarana sekolah/madrasah meliputi bangunan, lahan praktik, lahan untuk prasarana penunjang, dan lahan pertamanan.
15. Bangunan adalah gedung yang digunakan untuk menjalankan fungsi sekolah/madrasah.
16. Ruang kelas adalah ruang untuk pembelajaran teori dan praktik yang tidak memerlukan peralatan khusus.
17. Ruang perpustakaan adalah ruang untuk menyimpan dan memperoleh informasi dari berbagai jenis bahan pustaka.
18. Ruang laboratorium adalah ruang untuk pembelajaran secara praktik yang memerlukan peralatan khusus.
19. Ruang pimpinan adalah ruang untuk pimpinan melakukan kegiatan pengelolaan sekolah/madrasah.
20. Ruang guru adalah ruang untuk guru bekerja di luar kelas, beristirahat, dan menerima tamu. 21. Ruang tata usaha adalah ruang untuk pengelolaan administrasi sekolah/madrasah.
22. Ruang konseling adalah ruang untuk peserta didik mendapatkan layanan konseling dari konselor berkaitan dengan pengembangan pribadi, sosial, belajar, dan karir.
23. Ruang UKS adalah ruang untuk menangani peserta didik yang mengalami gangguan kesehatan dini dan ringan di sekolah/madrasah.
24. Tempat beribadah adalah tempat warga sekolah/madrasah melakukan ibadah yang diwajibkan oleh agama masing-masing pada waktu sekolah.
25. Ruang organisasi kesiswaan adalah ruang untuk melakukan kegiatan kesekretariatan pengelolaan organisasi peserta didik.
26. Jamban adalah ruang untuk buang air besar dan/atau kecil.
27. Gudang adalah ruang untuk menyimpan peralatan pembelajaran di luar kelas, peralatan sekolah/madrasah yang tidak/belum berfungsi, dan arsip sekolah/madrasah.
28. Ruang sirkulasi adalah ruang penghubung antar bagian bangunan sekolah/madrasah.
29. Tempat berolahraga adalah ruang terbuka atau tertutup yang dilengkapi dengan sarana untuk melakukan pendidikan jasmani dan olah raga.
30. Tempat bermain adalah ruang terbuka atau tertutup untuk peserta didik dapat melakukan kegiatan bebas.
31. Rombongan belajar adalah kelompok peserta didik yang terdaftar pada satu satuan kelas.
PRASANA SEKOLAH
Sebuah SD/MI sekurang-kurangnya memiliki prasarana sebagai berikut:
1. ruang kelas,
2. ruang perpustakaan,
3. laboratorium IPA,
4. ruang pimpinan,
5. ruang guru,
6. tempat beribadah,
7. ruang UKS,8. jamban,
9. gudang,
10. ruang sirkulasi,
11. tempat bermain/berolahraga.
Sebuah SMP/MTs sekurang-kurangnya memiliki prasarana sebagai berikut:
1. ruang kelas,
2. ruang perpustakaan,
3. ruang laboratorium IPA,
4. ruang pimpinan,
5. ruang guru,
6. ruang tata usaha,
7. tempat beribadah,
8. ruang konseling,
9. ruang UKS,
10. ruang organisasi kesiswaan,
11. jamban,
12. gudang,
13. ruang sirkulasi,
14. tempat bermain/berolahraga.
Sebuah SMA/MA sekurang-kurangnya memiliki prasarana sebagai berikut:
1. ruang kelas,
2. ruang perpustakaan,
3. ruang laboratorium biologi,
4. ruang laboratorium fisika,
5. ruang laboratorium kimia,
6. ruang laboratorium komputer,
7. ruang laboratorium bahasa,
8. ruang pimpinan,
9. ruang guru,
10. ruang tata usaha,
11. tempat beribadah,
12. ruang konseling,
13. ruang UKS,
14. ruang organisasi kesiswaan,
15. jamban,
16. gudang,
17. ruang sirkulasi,
18. tempat bermain/berolahraga

Standar proses pendidikan

Standar Proses Pendidikan

Tugas Guru Menurut Permendiknas 41, tentang Standart Proses

Berikut adalah cuplikan Permendiknas No.41 tentang STANDAR PROSES yang langsung berkaitan dengan tugas guru. Selengkapnya silakan klik di http://asia.groups.yahoo.com/group/Pendidikan_Menengah/files/

PELAKSANAAN PROSES PEMBELAJARAN

A. Persyaratan Pelaksanaan Proses Pembelajaran

1. Rombongan belajar
Jumlah maksimal peserta didik setiap rombongan be­lajar adalah:
a. SD/MI : 28 peserta didik
b. SMP/MT : 32 peserta didik
c. SMA/MA : 32 peserta did 1k
d. SMK/MAK : 32 peserta didik

2. Beban kerja minimal guru
a. beban kerja guru mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pem­belajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksana­kan tugas tambahan;
b. beban kerja guru sebagaimana dimaksud pada huruf a di atas adalah se kurang-kurang nya 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.

3. Buku teks pelajaran
a. buku teks pelajaran yang akan digunakan oleh se­kolah/madrasah dipilih melalui rapat guru dengan pertimbangan komite sekolah/madrasah dari buku­buku teks pelajaran yang ditetapkan oleh Menteri;
b. rasio buku teks pelajaran untuk peserta didik adalah 1 : 1 per mata pelajaran;
c. selain buku teks pelajaran, guru menggunakan buku panduan guru, buku pengayaan, buku refe­rensi dan sumber belajar lainnya;
d. guru membiasakan peserta didik menggunakan buku-buku dan sumber belajar lain yang ada di per­pustakaan sekolah/madrasah.

4. Pengelolaan kelas
a. guru mengatur tempat duduk sesuai dengan ka­rakteristik peserta didik dan mata pelajaran, sertaaktivitas pembelajaran yang akan dilakukan;
b. volume dan intonasi suara guru dalam proses pembelajaran harus dapat didengar dengan baik oleh peserta didik;
c. tutur kata guru santun dan dapat dimengerti oleh peserta didik;
d. guru menyesuaikan materi pelajaran dengan kece­patan dan kemampuan belajar peserta didik;
e. guru menciptakan ketertiban, kedisiplinan, kenyamanan, keselamatan, dankeputusan pada peraturan dalam menyelenggarakan proses pembelajaran;
f. guru memberikan penguatan dan umpan balik terhadap respons dan hasil belajar peserta didik selama proses pembelajaran berlangsung;
h. guru menghargai pendapat peserta didik;
i. guru memakai pakaian yang sopan, bersih, dan rapi;
j. pada tiap awal semester, guru menyampaikan silabus mata pelajaran
yang diampunya; dan
k . guru memulai dan mengakhiri proses pembelajaran sesuai dengan waktu
yang dijadwalkan.­

B. Pelaksanaan Pembelajaran
Pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari RPP. Pelaksanaan pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan, ::ayiatan inti dan kegiatan penutup.
1. Kegiatan Pendahuluan
Dalam kegiatan pendahuluan, guru:
a. menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran;
b. mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengait­kan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari;
c. menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai;
d. menyampaikan cakupan materi dan penjelasanuraian kegiatan sesuai silabus.
2. Kegiatan Inti
Pelaksanaan kegiatan inti merupakan proses pem­belajaran untuk mencapai KD yang dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, me­motivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativi­tas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Kegiatan inti menggunakan metode yang disesuai­kan dengan karakteristik peserta didik dan mata pela­jaran, yang dapat meliputi proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.
a. Eksplorasi
Dalam kegiatan eksplorasi, guru:
1) melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema materi yang akan dipelajari dengan menerapkan prin­sip alam takambang jadi guru dan belajar dari aneka sumber;
2) menggunakan beragam pendekatan pembela­jaran, media pembelajaran, dan sumber belajar lain;
3) memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya;
4) melibatkan peserta didik secara aktif dalam se­tiap kegiatan pembelajaran; dan
5) memfasilitasi peserta didik melakukan per­cobaan di laboratorium, studio, atau lapangan.

b. Elaborasi
Dalarn kegiatan elaborasi, guru:
1) membiasakan peserta didik membaca dan me­nulis yang beragam melalui tugas-tugas tertentu yang bermakna;
2) memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk memuncul­kan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis;
3) memberi kesempatan untuk berpikir, menga­nalisis, menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut;
4) memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif can kolaboratif;
5) memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan prestasi belajar;
6) rnenfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan balk lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok;
7) memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan r iasi; kerja individual maupun kelompok;
8) memfasilitasi peserta didik melakukan pamer­an, turnamen, festival, serta produk yang diha­silkan;
9) memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan dan rasa per­caya diri peserta didik.
c. Konfirmasi
Dalam kegiatan konfirmasi, guru:
1) memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupunhadiah terhadap keberhasilan peserta didik,
2) memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplo­rasi dan elaborasi peserta didik melalui ber­bagai sumber,
3) memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan,
4) memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman yang bermakna dalam mencapai kompetensi dasar:
a) berfungsi sebagai narasumber dan fasilita­tor dalam menjawab pertanyaan peserta didik yang menghadapi kesulitan, dengan menggunakan bahasa yang baku dan be­nar;
b) membantu menyelesaikan masalah;
c) memberi acuan agar peserta didik dapatmelakukan pengecekan hasil eksplorasi;
d) memberi informasi untuk bereksplorasi Iebih jauh;
e) memberikan motivasi kepada peserta didik yang kurang atau belum berpartisipasi aktif.

3. Kegiatan Penutup
Dalam kegiatan penutup, guru:
a. bersama-sama dengan peserta didik dan/atau sendiri membuat rangkuman/simpulan pelajaran;
b. melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsis­ten dan terprogram;
c. memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran;
d. merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan, layan­an konseling dan/atau memberikan tugas balk tu­gas individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik;
e. menyampaikan iencana pembelajaran pada per­temuan berikutnya.

IV. PENILAIAN HASIL PEMBELAJARAN

Penilaian dilakukan oleh guru terhadap hasil pembelajaran untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi peserta didik, serta digunakan sebagai hahan penyusunan laporan kema­juan hasil belajar, dan memperbaiki proses pembelajaran.
Penilaian dilakukan secara konsisten, sistematik, dan ter­program dengan menggunakan tes dan nontes dalam ben­tuk tertulis atau lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau produk, portofoiio, dan penilaian diri. Penilaian hasil pembelajaran menggunakan Standar Penilaian Pendidikan dan Panduan Penilaian Kelompok Mata Pelajaran.

~ oleh checep05 di/pada 1-April-2008.

Standar isi dan standar kompetensi lulusan

Perbaikan Standar Isi Berdasaran SKL
Ditulis 7 September 2009 pukul 07:14 oleh admin
Mengapa Kurikulum Perlu Berubah?
Dunia sekeliling siswa berubah tiap saat. Kebutuhan peningkatan kompetensi siswa berkembang searah dengan tantangan pengembangan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah melahirkan jenis-jenis pekerjaan baru yang tidak dapat diduga jauh sebelumnya.
Perubahan kurikulum itu dipandang perlu untuk meraih target pencapaian tujuan yang lebih baik. Fokus pencapaiannya ialah meningkatkan kesiapan siswa melanjutkan pendidikan dan mempersiapkan mereka agar dapat hidup mandiri. Lebih dari itu perubahan kurikulum diperlukan untuk meningkatkan daya saing sekolah dalam menghasilkan mutu lulusan yang lebih baik. Produknya adalah citra sekolah sebagai pemberi pelayanan adaptif terhadap perubahan jaman demi memuaskan siswa.
Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan industri telah menghasilkan berbagai jenis pekerjaan yang baru. Interaksi antar bangsa yang diintegrasikan oleh teknologi informasi dan komunikasi serta pesatnya perkembangan alat transportasi telah mempercepat perpindahan manusia dari satu tempat ke tempat lain. Bersamaan dengan itu perlombaan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, dan industri telah mempercepat perubahan dalam segala bidang sehingga kehidupan berada pada daya kompetisi yang semakin ketat. Lembaga pendidikan jauh tertinggal di belakang perkembangan industri yang bergerak dengan dukungan inovasi tanpa henti.
Menghadapi tantangan seperti itu, maka tak ada pilihan bagi pendidikan selain melakukan perubahan yang lebih cepat lagi. Hal ini agar pendidikan tidak semakin jauh berada di belakang, pelayanan pendidikan perlu menyesuaikan dengan perkembangan dunia kerja. Sekalipun siswa menghadapi ketidakpastian yang semakin tinggi karena tidak seluruh pekerjaan masa depan dapat diprediksi. Berbagai inovasi perlu terus dikembangkan dalam rangka menuju perubahan ke arah pengembangan yang dapat mestimulasi lahirnya gagasan baru untuk mampu menghadapi tantangan pekerjaan yang ada. Keterampilan beradaptasi dan ekuatan tersembunyi (hidden life skill) yang baru muncul tatkala orang terjepit masalah perlu diasah melalui berbagai simulasi. Perlu terus dikembangkan keterampilan berpikir kritis dan kecerdasan emosional agar dapat mengembangkan cara, ide, dan teknik baru dalam menyelesaikan suatu permasalahan.
Jenis Pekerjaan Baru Bermunculan dan Segera Menjadi Usang
Meningkatnya perang teknologi informasi dan komunikasi dalam kehidupan modern telah melahirkan banyak jenis pekerjaan baru. Berbagai jenis pekerjaan muncul tanpa dapat diprediksi sebelumnya. Beberapa contoh diantaranya nada dering handphone, kios penjual pulsa, dan berbagai usaha berbasis SMS.
Perdagangan berbasis internet kini tumbuh pesat di seluruh dunia. Ratusan ribu orang berinteraksi dalam denyut komunitas perdagangan dunia mengalahkan volume pasar mana pun. Transaksi berbagai hal melalui internet telah menggerakkan berbagai moda angkutan, baik pesawat, kereta api, truk-truk pendistribusi barang dari satu tempat ke tempat lain. Transaksi finansial dalam bentuk pertukaran uang dapat dikendalikan dari rumah, kantor, bahkan dari jalan-jalan yang diregulasi oleh bank berbasis elektronik. Bahkan bank percaya untuk menyerahkan uang kepada pengunjung gerai ATM tanpa keraguan.
Lima tahun lalu banyak jenis pekerjaan yang belum ada, namun belakangan menjadi model-model pekerjaan baru yang muncul dengan cepat dan tingkat kebaruannnya akan habis dalam waktu yang cepat karena muncul jenis pekerjaan baru yang lainnya. Fenomena ini menegaskan bahwa sekolah harus dapat beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan lingkungan karena segala sesuatu dalam kehidupan kita, tak ada kecuali mengalami perubahan. Bahkan model perubahan pun dengan cepat pula berubah.


Daya Adaptasi Sekolah
Daya adaptasi sekolah dalam mengimbangi kecepatan perubahan peradaban seperti pada perkembangan penerapan teknologi informasi dan komunikasi bergantung pada kapasitas tiap individu maupun kelompok komunitas warga sekolah dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilan menerapkan ilmu pengetahuan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan.
Peningkatan penguasaan ilmu pengetahuan dan penguasaan keterampilan terbaik secara berkelanjutan telah menjadi variabel utama penunjang daya ubah sekolah. Kegiatan belajar warga sekolah menjadi sentral kekuatan utama yang menjadi daya pengubah. Sekolah yang efektif adalah sekolah yang dapat menjadi sebuah organisasi belajar. Proses pergerakannya tidak hanya datang karena untuk menyesuaikan dengan tantangan dari luar, namun pergerakan belajar menjadi inti keseimbangan dalam melaksanakan perubahan yang tumbuh dari dalam karena warga sekolah membangun kultur belajar berkelanjutan.
Kompetensi baru tumbuh dan berkembang untuk saling berkompetisi guna memperoleh citra terbaik, dan kebaikannya segera akan digantikan pula oleh produk baru lain yang lebih baik. Inovasi tumbuh pada komponen sistem yang berkembang secara bertahap namun pasti telah melahirkan banyak hal yang tidak pernah terduga sebelumnya. Teknologi baru seperti pada handphone datang silih berganti dalam waktu cepat, tidak lagi dalam hitungan tahun, namun bulan bahkan dapat lebih cepat daripada itu.
Perubahan Kurikulum dan Pendayagunaan Teknologi
Substansi permasalahan yang sekolah hadapi pada penyempurnaan kurikulum adalah merumuskan profil kompetensi lulusan seperti apa yang sekolah harapkan? Masalahnya pengembangan kurikulum pada hakekatnya ada pada tiap disiplin ilmu. Kompetensinya menyangkut pengetahuan seperti apa yang sebaiknya siswa kuasai, keterampilan apa dan setinggi apa yang sebaiknya siswa kuasai pada tiap mata pelajaran. Untuk mendukung pengetahuan dan keterampilan itu, guru mempertimbangkan materi belajar, dukungan teknologi apa yang sebaiknya siswa gunakan, sumber belajar, metode belajar, dan alat evaluasi yang guru gunakan. Hasil observasi sekolah menunjukkan bahwa kepala sekolah belum efektif mengontrol hal ini. Guru-guru pada umumnya tidak terkondisikan secara professional untuk melakukan tindakan-tindakan yang mengarah pada pencapaian standar.
Dengan semakin canggihnya teknologi informasi dan komunikasi sekolah idealnya sekolah dapat mengembangkan pemikiran tentang bagaimana teknologi dapat membantu guru dalam meningkatkan keunggulan-keunggulan dalam perencanaan pembelajaran, proses pembelajaran, dan evaluasi belajar. Hal ini berkaitan dengan dukungan teknologi pada fungsi manajemen belajar. Asalkan hal ini termonitor dan setiap target yang hendak dicapai telah disepakati bersama.
Dukungan teknologi juga berkaitan erat dengan bagaimana penggunaannya efektivitas penguasaan materi belajar oleh siswa. Hal itu berkaitan dengan teknologi sebagai sumber belajar, teknologi sebagai media belajar, teknologi sebagai alat bantu mengolah informasi belajar, teknologi sebagai alat untuk mendokumentasikan hasil belajar dan media untuk menunjukkan hasil belajar.
Dari pengalaman penggunaan teknologi di sekolah-sekolah menunjukkan bahwa sekolah yang semakin modern telah semakin banyak menggunakan teknologi untuk memamerkan kebolehan siswa. Pengetahuan yang siswa peroleh maupun keterampilan yang dapat siswa tunjukkan terlihat dan dipamerkan melalui berbagai media termasuk melalui internet.
Sejalan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi strategi pembelajaran pun mengalami perubahan. Teknologi telah memberikan dukungan yang sangat besar terhadap peningkatan penguasaan ilmu pengetahuan dan keterampilan, meningkatkan motivasi guru dan siswa belajar, dan yang tidak kalah penting teknologi telah memberikan peluang melakukan pengulangan belajar sebagai syarat dalam penyempurnaan penguasaan siswa sesuai dengan rancangan kurikulum.
Penyempurnaan KTSP Berbasis Standar Kompetensi Lulusan (SKL)
Pemamparan di atas mengindikasikan bahwa perbaikan mutu kurikulum yang biasa sekolah lakukan dalam bentuk penyempurnaan perencanaan pembelajaran terutama menyangkut perbaikan Silabus dan RPP meliputi aktivitas peningkatan standar penguasaan dan penerapan ilmu pengetahuan dalam realitas kedupan perlu dilakukan tiap tahun. Selebihnya pernyempurnaan itu pada dasarnya harus dapat mendorong siswa agar lebih berdisiplin dan memastikan tumbuhnya penguasaan ilmu dan menerapkan ilmu melalui bergagai langkah di bawah ini :
Pembaharuan profil lulusan. Hal utama yang perlu sekolah perhatikan adalah standar lulusan. Profil lulusan yang ideal adalah lulusan yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang sesuai dengan perubahan peradaban, sesuai dengan tantangan jaman secara global. Keberhasilannya ditunjukkan dengan indikator output dalam bentuk produk kreasi siswa, daya kompetisi, daya kolaborasi, tingkat nilai kelulusan, jumlah siswa yang dapat melanjutkan, lolos seleksi pada sekolah lanjutan bermutu menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Indikator kinerja itu juga buah dari perbaikan pekerjaan. Sekolah memiliki data perkembangan mutu produknya atas hasil evaluasi diri yang dilaksanakan untuk mengukur pencapaian program.
Penyempurnaan indikator belajar. Indikator hasil belajar perlu disesuaikan dengan standar mutu lulusan yang diharapkan. Indikator belajar pada dasarnya mencakup penguasaan ilmu pengetahuan dan keterampilan menerapkan ilmu pengetahuan yang terintegrasi pada level berpikir dan tindakan. Tingkat kecukupan standar yang sekolah tetapkan pada prinsipnya dielaborasi pada tiap disiplin ilmu. Dasar pertimbangannya adalah pengetahuan yang siswa kuasai sesuai dengan kebutuhannya untuk mengikuti ujian nasional, mengikuti seleksi pendidikan lanjutan yang menjadi target siswa, dan sesuai untuk berkompetisi pada taraf nasional dan internasional. Kompetensi siswa dalam menguasai materi belajar dan bagaimana menunjukkan hasil belajar merupakan komponen penting yang selalu perlu menjadi perhatian guru.

Penyempurnaan tujuan belajar. Penyempurnaan atau perbaikan indikator belajar siswa pada hakekatnya mencerminkan target-target pencapaian tujuan belajar. Secara akademik puncak dari keberhasilan siswa adalah kriteria ketuntasan minimal (KKM), target rata-rata pencapaian nilai ujian, mutu kejuaraan dalam kompetisi, dan jumlah siswa yang melanjutkan pendidikan. Pada pendidikan tinggi ukuran ditambah dengan jumlah lulusan yang memperoleh atau menciptakan pekerjaan. Indikator pencapaian hasil belajar pada prinsipnya muncul dalam bentuk nilai, dalam bentuk hasil karya menerapkan ilmu pengetahuan, bentuk hasil karya kreatif seperti dalam bidang seni, hasil karya prestasi keterampilan seperti dalam bidang olah raga, dan sikap yang sesuai dengan kriteria yang sekolah harapkan.
Penyempurnaan materi pelajaran. Tujuan belajar yang digambarkan dengan profil mutu lulusan menentukan jenis dan kedalaman materi pada setiap sekolah. Standar tiap sekolah dapat berbeda karena harus sesuai dengan karakteristik siswa. Tingkat ketersediaan materi, kemudahan untuk memperoleh informasi, tingkat ketersediaan buku, merupakan beberapa variable yang berkaitan dengan sumber belajar. Di samping itu, tinggi rendahnya target siswa belajar, tingkat persaingan belajar yang sekolah kembangkan, kemampuan sekolah menyediakan informasi terbaru dapat mempengaruhi tinggi rendahnya pengetahuan dan minat siswa belajar. Oleh karena itu guru pada tingkat satuan pendidikan yang paling tahu untuk menentukan batas tingkat kedalaman dan keluasan materi belajar yang paling sesuai dengan potensi daya kembang siswa. Pada sekolah yang siswanya terlatih menguasai informasi secara progresif melalui siklus belajar eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi yang dilakukan secara kolaborasi dan secara mandiri dapat menentukan target standar yang tinggi. Sebaliknya pada sekolah-sekolah yang siswanya memiliki tingkat pembiasaan belajar mandiri yang rendah target mereka pun rendah pula.
Penyempurnaan perencanaan proses pembelajaran. Belajar merupakan serangkaian aktivitas menguasai informasi tentang dunia, dan otak menyimpan informasi itu dari waktu ke waktu. Tidak ada proses penyimpanan informasi tanpa belajar, tetapi tak ada kegiatan belajar tanpa penyimpanan informasi, ini dinyatakan oleh Eric R. Kandel Pemenang Hadiah Nobel bidang Psikologi (www.aarp.org/health/brain/works/what_is_learning.html, 2009).
Hubungannnya dengan proses pembelajaran dapat dinyatakan secara ringkas pada diagram di bawah ini (http://www.learningandteaching.info/learning/about.htm)


Gambar lingkaran menunjukkan terdapat dua aktivitas dalam pembelajaran yaitu mengajar dan belajar. Terdapat tiga kemungkinan yang dapat terjadi pada kegiatan pembelajaran. (1) Apa yang guru ajarkan tidak siswa pelajari; (2) apa yang guru ajarkan siswa pelajari; (3) apa yang siswa pelajari tidak guru ajarkan.
Oleh karena itu sekolah perlu menyadari bahwa di samping kurikulum yang sekolah kembangkan siswa dapat belajar dari sumber lain yaitu hidden curriculum, istilah yang digunakan Snyder (1971).
Pengembangan disain proses belajar perlu dirancang agar berpengaruh konstruktif dalam mengembangkan potensi diri siswa sesuai dengan standar yang sekolah tetapkan.
Perancangan idealnya dilaksanakan dalam kelompok Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). Rancangan proses pembelajaran agar berlangsung interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivisi siswa untuk aktif, berprakarsa, kreatif dan mandiri sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik dan psikologis siswa.
Seluruh kriteria di atas harus berkembang secara simultan sehingga proses pembelajaran memberi ruang yang cukup kepada siswa untuk berdialog, melahirkan pikiran-pikiran baru, meningkatkan semangat menambah pengetahuan dan keterampilan baru, memberi tantangan yang nantinya dapat meningkatkan mutu penguasaan ilmu dan keterampilan secara bertahap agar kompetensi makin bertambah baik. Hal ini nanti dapat ditunjukkan dengan lahirnya pikiran-pikiran dan karya-karya baru sebagai penyempurnaan atau peningkatan dari kondisi sebelumnya.
Teknologi menyediakan peluang besar kepada guru untuk memperbaharui proses pembelajaran dengan menggunakan metode yang lebih varitatif. Perancangan proses belajar disesuaikan dengan potensi fisik dan psikologis siswa. Artinya proses pembelajaran pengetahuan dan keterampilan yang ditunjukkan dalam bentuk lisan, tulisan, karya nyata, atau perbuatan. Hal ini dimantapkan melalui sebuah proses bertahap yang semakin memandirikan proses belajar karena teknologi dapat digunakan kapan pun dan di mana pun, dengan atau tanpa keberadaan guru.
Penyempurnaan metode dan media belajar. Dengan bekal pemahaman guru mengenai target belajar yang hendak diwujudkannya yang dirancang dalam kriteria yang terukur, guru menguasai strategi pembelajaran. Ketersedian teknologi sebagai pendukung sistem informasi pembelajaran, sumber belajar siswa, dan media belajar siswa sangat menentukan jenis strategi pembelajaran yang guru terapkan dalam kelas. Yang perlu diperhatikan di sini ialah teknologi merupakan alat untuk meningkatkan minat belajar siswa sehingga mereka mau belajar, teknologi membantu guru mewadahi kepentingan belajar sesuai dengan tipe siswa belajar, dan teknologi mewadahi kepentingan siswa untuk menerapkan ilmu pengetahuannya ke dalam aktivitas hidup yang nyata dan kontekstual. Dengan bantuan teknologi seorang siswa menjadi lebih mudah menghitung, lebih mudah menggambar, lebih mudah memetakan dan lebih mudah memamerkan hasil belajarnya. Dengan bantuan teknologi pula guru dapat lebih mudah mengarsipkan hasil belajar siswa, sehingga hasil karya terbaik siswa pada satu tahun dapat menjadi rujukan mutu pada tahun berikutnya sehingga guru dapat dengan mudah pula menggunakan hasil belajar siswa melalui benchmark internal.
Penyempurnaan sumber belajar. Informasi adalah energi belajar. Tanpa informasi yang siswa serap tidak ada proses pembelajaran. Sekolah unggul memiliki pusat sumber belajar yang memenuhi kebutuhan siswa belajar. Informasi yang tersedia di pusat sumber belajar selalu diperbaharui sesuai dengan perkembangan kebutuhan siswa. Pusat sumber belajar belajar tidak selalu dalam bentuk perpustakaan, di dalamnya tersedia berbagai handouts bimbingan belajar, panduan meningkatkan keterampilan, panduan meningkatkan kemampuan memecahkan masalah, kemampuan merumuskan masalah dari buku, kemampuan merumuskan masalah dari catatan sehari-hari dalam kelas, flashcards, video dan sejumlah referensi yang mendukung peningkatan kinerja belajar siswa. Hal penting dalam era penggunaan teknologi informasi saat ini pusat sumber belajar yang paling penting adalah akses internet yang dapat siswa gunakan setiap saat. Atas perkembangan ini maka guru perlu memperbaharui sumber belajar yang siswa gunakan ada selalu menggunakan informasi yang up to date.
Penyempurnaan penilaian. Dengan mendayagunakan teknologi guru dapat menggunakan teknik dan alat penilaian yang variatif dan paling relevan dengan kompetensi yang hendak diukur. Dengan demikian teknologi dapat membantu guru dalam meningkatkan validitas dan reliabilitas sistem penilaian. Yang tidak kalah penting juga guru dapat menggunakan teknologi dalam merekam hasil belajar siswa. Dengan bantuan teknologi pula pada dasarnya guru dapat melakukan perbaikan pembelajaran dengan didasari hasil penilaian belajar sebelumnya. Teknologi membantu guru mengarsipkan hasil penilaian dari tahun ke tahun sehingga ia tahu betul kinerjanya yang dapat berpengaruh pada peningkatan hasil belajar siswa. Bahkan guru dapat mengetahui seberapa tinggi hasil belajar siswa asuhannya dalam berkompetisi dengan siswa dari sekolah lain. Itulah kinerjanya.
Menyempurnakan sikap.Seluruh kebutuhan itu disempurnakan dengan kebiasaan hidup disiplin, hemat, kegemaran menbung, pandai memanfaatkan waktu dengan baik, memiliki sikap sosial yang terlatih bekerja sama sehingga cerdas menempatkan diri di tengah lingkungan, terbiasa dengan menyelesaikan pekerjaan yang bermutu, daya juang untuk kuat dan tidak mengenal menyerah yang selalu dilandasi dengan kekuatan iman yang kuat. Hasil karya siswa yang didokumentasikan tidak hanya dalam bentuk nilai melainkan karya dapat mencerminkan aspek-aspek sikap yang mampu guru fasilitasi untuk dikembangkan. Sikap siswa sangat bergantung pada seberapa banyak kebiasaan baik diulang-ulang sehingga menjadi kebiasaan.

Mengintegrasikan berbagai variabel dalam kisi-kisi perencanaan belajar. Terdapat begitu banyak variabel mutu yang perlu pendidik pertimbangkan dalam meningkatkan perbaikan mutu hasil lulusan melalui kegiatan perbaikan perencanaan pada tiap tahun pelajaran. Target sekolah agar siswa dapat memperoleh ilmu pengetahuan dan terampil menerapkan ilmu pengetahuan, serta meningkatkan kapasitas sikap pribadinya yang kontruktif dalam memanfaatkan kompetensinya agar mampu bersaing dalam memperoleh penghidupan. Semua bergantung pada daya belajarnya.
Untuk mengoptimalkan daya belajar siswa, maka sekolah perlu memenuhi kebutuhan dasar perbaikan kurikulum melalui 10 langkah di bawah ini .
Merumuskan profil lulusan disertai dengan target mutu keberhasilan yang terukur.
Menggambarkan indikator hasil belajar yang sesuai dengan kebutuhan peningkatan mutu lulusan.
Mengidentifikasi indikator hasil belajar yang siswa butuhkan untuk lulus ujian nasional, melanjutkan pendidikan, dan berkompetisi dalam bidang akademik pada tiap mata pelajaran yang diuraikan pada tiap standar kompetensi.
Memiliki sejumlah soal yang secara empirik digunakan dalam seleksi untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi atau berkompetisi.
Menganalisis materi esensial dan level kesulitan soal pada soal-soal yang siswa harus kerjakan dalam kompetisi.
Mengidentifikasi produk keterampilan terapan ilmu pengetahuan pada tiap disiplin ilmu yang berpeluang menjadi nilai keunggulan siswa pada taraf nasional dan internasional dalam bentuk lisan, tulisan, atau perbuatan yang dapat dipamerkan.
Mengidentifikasi materi pelajaran, sumber belajar, dan teknologi yang sekolah akan gunakan dalam meningkatkan kapasitas belajar siswa.
Mengidentifikasi penggunaan teknologi pada fungsi manajemen pembelajar maupun daya dukung tekologi dalam fungsi pedagogis.
Mengidentifikasi kebutuhan pengembangan sumber belajar dan hasil belajar yang sesuai dengan keperluan siswa melanjutkan, berkompetisi, dan hidup mandiri yang diselaraskan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang diintegrasikan pada kebutuhan perbaikan proses belajar, penggunaan metode belajar, dan alat peraga pembelajaran.
Mengidentifikasi kebutuhan penyempurnaan perangkat evaluasi belajar yang selalu disesuaikan dengan kebutuhan siswa lulus ujian nasional, lolos masuk pendidikan lanjutan, dan berkompetisi di tingkat nasional dan internasional
Dalam rangka mempermudah pelaksanaan analisis kebutuhan perbaikan mutu kurikulum khususnya pada perbaikan silabus dan RPP guru dapat menggunakan format analisis sebagai berikut:
Model Kisi-kisi Perbaikan Mutu Lulusan Melalui Perbaikan Mutu Silabus dan RPP
Model 1. Analisis Kebutuhan
Kelas:

Semester:

SK:

KD:


Dari hasil analisis kebutuhan seperti itu, maka dapat melanjutkan dengan proses perumusan komponen pada silabus atau RPP secara bertahap. Perbaikan dirumuskan dari hasil analisis kebutuhan di bawah ini didasari dengan tiga model kebutuhan. Variabel kebutuhan dapat sekolah kembangkan sesuai dengan tingkat kebutuhan pada satuan pendidikan.
Model 2. Analisis Rancangan Perbaikan Silabus dan RPP
Indikator Hasil belajar

Kesiapan UN

Kesiapan Masuk PT

Kesipan Kompetisi Nas.Int.

Perbaikan pada Silabus dan RPP

Komponen Pengetahuan


Komponen penerapan/keterampilan


Model di atas dapat digunakan selanjutnya untuk melakukan perbaikan pada seluruh komponen silabus dan RPP seperti pada materi pelajaran, sumber belajar, strategi pembelajaran, dan sistem penilaian.
Contoh di bawah ini menggambarkan tentang perbaikan pada materi pelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan peningkatan mutu penguasaan materi yang dapat diperkaya dengan hasil adopsi dan adaptasi yang dilakukan sekolah sesuai dengan kebutuhan siswa. Penggunaan matrik di bawah ini dapat merekam data dan dasar perbaikan mutu yang sekolah lakukan berdasarkan kebutuhan siswa belajar seperti contoh di bawah ini.
Model 3. Analisis Rancangan Perbaikan Silabus dan RPP
Indikator Hasil belajar

Kesiapan UN

Kesiapan Masuk PT

Kesipan Kompetisi Nas.Int.

Perbaikan pada Silabus dan RPP

Komponen Pengetahuan

Komponen Penerapan/Keterampilan


Demikian model-model ini dikembangkan sebagai salah satu alternatif untuk mengembangkan pelayanan belajar melalui peningkatan standar kebutuhan pengembangan standar kompetensi lulusan.

Supervisi pendidikan

Judul: PEMBINAAN PROFESIONAL MELALUI SUPERVISI PENGAJARAN SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PROFESIONALISME GURU
Bahan ini cocok untuk Semua Sektor Pendidikan bagian PENDIDIKAN / EDUCATION.
Nama & E-mail (Penulis): Trimo, S.Pd.,MPd.
Saya Dosen di IKIP PGRI Semarang
Topik: Profesionalisme Guru
Tanggal: 8 Juli 2008
PEMBINAAN PROFESIONAL MELALUI SUPERVISI PENGAJARAN SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PROFESIONALISME GURU

A. Pendahuluan

Secara konseptual pengakuan terhadap keberadaan profesi guru mengandung arti recognition, endorsement, acceptance, trust, dan confidence yang diberikan oleh masyarakat kepada guru untuk mendidik tunas-tunas muda dan membantu mengembangkan potensinya secara professional. Kepercayaan, keyakinan, dan penerimaan ini merupakan substansi dari pengakuan masyarakat terhadap profesi guru.

Implikasi dari pengakuan tersebut mensyaratkan guru harus memiliki kualitas yang memadai. Tidak hanya pada tataran normatif saja namun mampu mengembangkan kompetensi yang dimiliki, baik kompetensi personal, professional, maupun kemasyarakatan dalam selubung aktualisasi kebijakan pendidikan.

Hal tersebut lantaran guru merupakan penentu keberhasilan pendidikan melalui kinerjanya pada tataran institusional dan eksperiensial, sehingga upaya meningkatkan mutu pendidikan harus dimulai dari aspek "guru" dan tenaga kependidikan lainnya yang menyangkut kualitas keprofesionalannya maupun kesejahteraan dalam satu manajemen pendidikan yang professional.

Tidak mengherankan apabila Kepala Pusat Kurikulum, Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang), Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), Siskandar menyatakan bahwa penerapan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) menuntut kualitas guru memadai sehingga perlu meng-upgrade kemampuan guru supaya pelaksanaan kurikulum sesuai dengan harapan.

Data Balitbang Depdiknas (tahun 2001) saja menunjukkan, dari 1.054.859 guru SD negeri ternyata hanya 42,4 persen yang layak mengajar. Berarti, sebagian besar (57,6 persennya) tidak layak mengajar (Depdiknas go.id.com). Sampai-sampai Sapari (Kompas, 16/8/2002) berani menyimpulkan, rendahnya kualitas guru SD/MI menyebabkan pemahaman mereka terhadap inovasi pendidikan sepotong-sepotong, bahkan ada yang sama sekali tidak memahami secara substansial apa yang dikembangkan pemerintah.

Data tersebut semakin memperkuat data-data sebelumnya yang menyatakan bahwa kualitas sumber daya manusia kita pada tahun 2002 menempati angka 110 dari 173 negara, daya saing kita 47 dari 48 negara, performance system pendidikan kita berada pada nomor 38 dari 39 negara, penguasaan matematika siswa SLTP pada urutan 34 dan penguasaaan IPA pada urutan ke-32 dari 38 negara (Sucipto, 2003:2).

Secara mikro, permasalahan peningkatan mutu pendidikan merupakan conditio sine qua non dan mendesak untuk dipikirkan oleh stakeholder pendidikan. Secara aplikatif, diperlukan peningkatan profesionalisme guru karena guru merupakan pelaksana lapangan yang menjadi ujung tombak. Berbagai upaya pemberdayaan dapat dilakukan di antaranya dengan pembinaan profesionalisme guru melalui supervisi pengajaran.

Melalui supervisi pengajaran, seorang kepala sekolah dapat memberi bimbingan, motivasi, dan arahan agar guru dapat meningkatkan profesionalismenya.

B. Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan yang hendak dibahas dalam makalah ini adalah bagaimana upaya yang dapat dilakukan dalam pembinaan profesional melalui supervisi pengajaran sebagai upaya peningkatan profesionalisme guru?

C. Pembahasan

1. Konsep Mutu Pendidikan

Proses pendidikan yang bermutu ditentukan oleh berbagai unsur dinamis yang akan ada di dalam sekoalh itu dan lingkungannya sebagai suatu kesatuan sistem. Menurut Townsend dan Butterworth (1992:35) dalam bukunya Your Child's Scholl, ada sepuluh faktor penentu terwujudnya proses pendidikan yang bermutu, yakni:
1) keefektifan kepemimpinan kepala sekolah,
2) partisipasi dan rasa tanggung jawab guru dan staf,
3) proses belajar-mengajar yang efektif,
4) pengembangan staf yang terpogram,
5) kurikulum yang relevan,
6) memiliki visi dan misi yang jelas,
7) iklim sekolah yang kondusif,
8) penilaian diri terhadap kekuatan dan kelemahan,
9) komunikasi efektif baik internal maupun eksternal, dan
10) keterlibatan orang tua dan masyarakat secara instrinsik.

Dalam konsep yang lebih luas, mutu pendidikan mempunyai makna sebagai suatu kadar proses dan hasil pendidikan secara keseluruhan yang ditetapkan sesuai dengan pendekatan dan kriteria tertentu (Surya, 2002:12).

Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu mencakup input, proses, dan output pendidikan (Depdiknas, 2001:5). Input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Proses pendidikan merupakan berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain dengan mengintegrasikan input sekolah sehingga mampu menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan (enjoyable learning), mampu mendorong motivasi dan minat belajar, dan benar-benar mampu memberdayakan peserta didik. Output pendidikan adalah merupakan kinerja sekolah yang dapat diukur dari kualitasnya, efektivitasnya, produktivitasnya, efisiensinya, inovasinya, dan moral kerjanya.

Berdasarkan konsep mutu pendidikan maka dpaat dipahami bahwa pembangunan pendidikan bukan hanya terfokus pada penyediaan faktor input pendidikan tetapi juga harus lebih memperhatikan faktor proses pendidikan..Input pendidikan merupakan hal yang mutlak harus ada dalam batas - batas tertentu tetapi tidak menjadi jaminan dapat secara otomatis meningkatkan mutu pendidikan (school resources are necessary but not sufficient condition to improve student achievement).

Selama tahun 2002 dunia pendidikan ditandai dengan berbagai perubahan yang datang bertubi-tubi, serempak, dan dengan frekuensi yang sangat tinggi. Belum tuntas sosialisasi perubahan yang satu, datang perubahan yang lain. Beberapa inovasi yang mendominasi panggung pendidikan selama tahun 2002 antara lain adalah Pendidikan Berbasis Luas (PBL/BBE) dengan life skills-nya, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK/CBC), Manajemen Berbasis Sekolah (MBS/SBM), Ujian Akhir Nasional (UAN) pengganti EBTANAS, pembentukan dewan sekolah dan dewan pendidikan kabupaten/kota. Setiap pembaruan tersebut memiliki kisah dan problematiknya sendiri.

Fenomena yang menarik adalah perubahan itu umumnya memiliki sifat yang sama, yakni menggunakan kata berbasis (based). Bila diamati lebih jauh, perubahan yang "berbasis" itu umumnya dari atas ke bawah: dari pusat ke daerah, dari pengelolaan di tingkat atas menuju sekolah, dari pemerintah ke masyarakat, dari sesuatu yang sifatnya nasional menuju yang lokal. Istilah-istilah lain yang populer dan memiliki nuansa yang sama dengan "berbasis" adalah pemberdayaan (empowerment), akar rumput (grass-root), dari bawah ke atas (bottom up), dan sejenisnya. Apa itu artinya?

Simak saja label-label perubahan yang dewasa ini berseliweran dalam dunia pendidikan nasional (kadang-kadang dipahami secara beragam): manajemen berbasis sekolah (school based management), peningkatan mutu berbasis sekolah (school based quality improvement), kurikulum berbasis kompetensi (competence based curriculum), pengajaran/pelatihan berbasis kompetensi (competence based teaching/training), pendidikan berbasis luas (broad based education), pendidikan berbasis masyarakat (community based education), evaluasi berbasis kelas (classroom based evaluation), evaluasi berbasis siswa (student based evaluation) dikenal juga dengan evaluasi portofolio, manajemen pendidikan berbasis lokal (local based educational management), pembiayaan pendidikan berbasis masyarakat (community based educational financing), belajar berbasis internet (internet based learning), dan entah apa lagi.

Fullan & Stiegerbauer (1991: 33) dalam "The New Meaning of Educational Change" mencatat bahwa setiap tahun guru berurusan dengan sekitar 200.000 jenis urusan dengan karakteristik yang berbeda dan itu merupakan sumber stres bagi mereka. Mungkin tak aneh bila dilaporkan banyak guru mengalami stres dan jenuh (burnout).

Supriadi (2002:17) mengatakan: "orang yang mendalami teori difusi inovasi akan segera tahu bahwa setiap perubahan atau inovasi dalam bidang apa pun, termasuk dalam pendidikan, memerlukan tahap-tahap yang dirancang dengan benar sejak ide dikembangkan hingga dilaksanakan".

Sejak awal, berbagai kondisi perlu diperhitungkan, mulai substansi inovasi itu sendiri sampai kondisi-kondisi lokal tempat inovasi itu akan diimplementasikan. Intinya, suatu perubahan yang mendasar, melibatkan banyak pihak, dan dengan skala yang luas akan selalu memerlukan waktu. Suatu inovasi mestinya jelas kriterianya, terukur dan realistik dalam sasarannya, dan dirasakan manfaatnya oleh pihak yang melaksanakannya.

Langkah percepatan dapat saja dilakukan, tetapi dengan risiko kegagalan yang besar akibat inovasi itu kurang dihayati secara penuh oleh pelaksananya. Saya menilai bahwa banyak inovasi pendidikan yang diluncurkan di Indonesia dewasa ini yang melanggar prinsip-prinsip tersebut, di samping secara konseptual "cacat sejak lahir", serba tergesa-gesa, serbainstan, targetnya tidak realistik, didasari asumsi yang linier seakan-akan suatu inovasi akan bergulir mulus begitu diluncurkan, dan secara implisit dimuati obsesi demi menanamkan "aset politik" di masa depan.

2. Profesionalisme Guru

Profesionalisme menjadi tuntutan dari setiap pekerjaan. Apalagi profesi guru yang sehari-hari menangani benda hidup yang berupa anak-anak atau siswa dengan berbagai karakteristik yang masing-masing tidak sama. Pekerjaaan sebagai guru menjadi lebih berat tatkala menyangkut peningkatan kemampuan anak didiknya, sedangkan kemampuan dirinya mengalami stagnasi.

Dewasa ini banyak guru, dengan berbagai alasan dan latar belakangnya menjadi sangat sibuk sehingga tidak jarang yang mengingat terhadap tujuan pendidikan yang menjadi kewajiban dan tugas pokok mereka. Seringkali kesejahteraan yang kurang atau gaji yang rendah menjadi alasan bagi sebagian guru untuk menyepelekan tugas utama yaitu mengajar sekaligus mendidik siswa. Guru hanya sebagai penyampai materi yang berupa fakta-fakta kering yang tidak bermakna karena guru menang belajar lebih dulu semalam daripada siswanya. Terjadi ketidaksiapan dalam proses Kegiatan Belajar Mengajar ketika guru tidak memahami tujuan umum pendidikan. Bahkan ada yang mempunyai kebiasaan mengajar yang kurang baik yaitu tiga perempat jam pelajaran untuk basa-basi bukan apersepsi -red- dan seperempat jam untuk mengajar. Suatu proporsi yang sangat tidak relevan dengan keadaan dan kebutuhan siswa. Guru menganggap siswa hanya sebagai pendengar setia yang tidak diberi kesempatan untuk mengembangkan diri sesuai dengan kemampuannya.

Banyak kegiatan belajar mengajar yang tidak sesuai dengan tujuan umum pendidikan yang menyangkut kebutuhan siswa dalam belajar, keperluan masyarakat terhadap sekolah dan mata pelajaran yang dipelajari. Guru memasuki kelas tidak mengetahui tujuan yang pasti, yang penting demi menggugurkan kewajiban. Idealisme menjadi luntur ketika yang dihadapi ternyata masih anak-anak dan kalah dalam pengalaman. Banyak guru enggan meningkatkan kualitas pribadinya dengan kebiasaan membaca untuk memperluas wawasan. Jarang pula yang secara rutin pergi ke perpustakaan untuk melihat perkembangan ilmu pengetahuan. Kebiasaan membeli buku menjadi suatu kebiasaan yang mustahil dilakukan karena guru sudah merasa puas mengajar dengan menggunakan LKS ( Lembar Kegiatan Siswa ) yang berupa soal serta sedikit ringkasan materi.

Dapat dilihat daftar pengunjung di perpustakaan sekolah maupun di perpustakaan umum, jarang sekali guru memberi contoh untuk mengunjungi perpustakaan secara rutin. Lebih banyak pengunjung yang berseragam sekolah daripada berseragam PSH. Kita masih harus "Khusnudhon" bahwa dirumah mereka berlangganan koran harian yang siap disantap setiap pagi. Tetapi ada juga kekhawatiran bahwa yang lebih banyak dibaca adalah berita-berita kriminal yang menempati peringkat pertama pemberitaan di koran maupun televisi. Sedangkan berita-berita mengenai pendidikan, penemuan-penemuan baru tidak menarik untuk dibaca dan tidak menarik perhatian. Kebiasaan membaca saja sulit dilakukan apalagi kebiasaan menulis menjadi lebih mustahil dilakukan. Ini adalah realita dilapangan yang patut disesalkan.

Sarana dan prasarana penunjang pelajaran yang kurang memadai, terutama di daerah terpencil. Tetapi hal ini tidak bisa dijadikan alasan bahwa dengan sarana yang minimpun dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin agar mendaptkan hasil yang bagus. Terkadang kita juga harus memakai prisip ekonomi yang ternyata dapat membawa kemajuan. Yang sering dijumpai adalah sudah ada sarana tetapi tidak dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.

Peta dunia hanya dipajang di depan kelas, globe atau bola dunia dibiarkan berkarat tidak pernah tersentuh, buku-buku pelajaran diperpustakaan dimakan rayap alat-alat praktek di laboratorium hanya tersimpan rapi alamari tidak pernah dipergunakan. Media pengajaran yang sudah ada jangan dibiarkan rusak atau berkarat gara-gara disimpan. Lebih baik rusak karena digunakan untuk praktek siswa. Guru dituntut lebih kreatif dan inovatif dalam pemakaian sarana dan media yang ada demi peningkatan mutu pendidikan. Sekolah juga tidak harus bergantung pada bantuan dari pemerintah mengingat kebutuhan masing-masing sekolah tidaklah sama.

Tingkat kesejahteraan guru yang kurang mengakibatkan banyak guru yang malas untuk berprestasi karena disibukkan mencari tambahan kebutuhan hidup yang semakin berat. Anggaran pendidikan minimal 20 % harus dilaksanakan dan diperjuangkan unutk ditambah karena pendidikan menyangkut kelangsungan hidup suatu bangsa. Apabila tingkat kesejahteraan diperhatikan, konsentrasi guru dalam mengajar akan lebih banyak tercurah untuk siswa.

Penataran dan pelatihan mutlak diperlukan demi meningkatkan pengetahuan, wawasan dan kompetensi guru. Kegiatan ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit, tetapi hasilnya juga akan seimbang jika dilaksanakan secara baik. Jika kegiatan penataran, pelatihan dan pembekalan tidak dilakuakan, guru tidak akan mampu mengembangkan diri, tidak kreatif dan cenderung apa adanya. Kecenderungan ini ditambah dengan tidak adanya rangsangan dari pemerintah atau pejabat terkait terhadap profesi guru. Rangsangan itu dapat berupa penghargaan terhadap guru-guru yang berprestasi atau guru yang inovatif dalam proses belajar mengajar.

Guru harus diberi keleluasaan dalam menetapkan dengan tepat apa yang digagas, dipikirkan, dipertimbangkan, direncanakan dan dilaksanakan dalam pengajaran sehari-hari, karena di tangan gurulah keberhasilan belajar siswa ditentukan, tidak oleh Bupati, Gubernur, Walikota, Pengawas, Kepala Sekolah bahkan Presiden sekalipun.

Mutlak dilakukan ketika awal menjadi guru adalah memahami tujuan umum pendidikan, mamahami karakter siswa dengan berbagai perbedaan yang melatar belakanginya. Sangatlah penting untuk memahami bahwa siswa balajar dalam berbagai cara yang berbeda, beberapa siswa merespon pelajaran dalam bentuk logis, beberapa lagi belajar dengan melalui pemecahan masalah (problem solving), beberapa senang belajar sendiri daripada berkelompok.

Cara belajar siswa yang berbeda-beda, memerlukan cara pendekatan pembelajaran yang berbeda. Guru harus mempergunakan berbagai pendekatan agar anak tidak cepat bosan. Kemampuan guru untuk melakukan berbagai pendekatan dalam belajar perlu diasah dan ditingkatkan. Jangan cepat merasa puas setelah mengajar, tetapi lihat hasil yang didapat setelah mengajar. Sudahkah sesuai dengan tujuan umum pendidikan. Perlu juga dipelajari penjabaran dari kurikulum ang dipergunakan agar yang diajarkan ketika di kelas tidak melencenga dari GBBP/kurikulum yang sudah ditentukan.

Guru juga perlu membekali diri dengan pengetahuan tentang psikologi pendidikan dalam menghadapai siswa yang berneka ragam. Karena tugas guru tidak hanya sebagai pengajar, tetapi sekaligus sebagai pendidik yang akan membentuk jiwa dan kepribadian siswa. Maju dan mundur sebuah bangsa tergantung pada keberhasilan guru dalam mendidik siswanya.

Pemerintah juga harus senantiasa memperhatikan tingkat kesejahteraan guru, karena mutlak diperlukan kondisi yang sejahtera agar dapat bekerja secara baik dan meningkatkan profesionalisme.

Makin kuatnya tuntutan akan profesionalisme guru bukan hanya berlangsung di Indonesia, melainkan di negara-negara maju. Seperti Amerika Serikat, isu tentang profesionalisme guru ramai dibicarakan pada pertengahan tyahun 1980-an. Jurnal terkemuka manajemen pendidikan, Educational Leadership edisi Maret 1933 menurunkan laporan mengenai tuntutan guru professional.

Menurut Jurnal tersebut, untuk menjadi professional, seorang guru dituntut memiliki lima hal, yakni:

a. Guru mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya. Ini berarti bahwa komitmen tertinggi guru adalah kepada kepentingan siswanya.

b. Guru menguasai secara mendalam bahan/mata pelajaran yang diajarkan serta cara mengajarkannya kepada siswa. Bagi guru, hal ini meryupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan.

c. Guru bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai teknik evaluasi, mulai cara pengamatan dalam perilaku siswa sampau tes hasil belajar.

d. Guru mampu berpikir sistematis tentang apa yang dilakukannya, dan belajar dari pengalamannya. Artinya, harus selalu ada waktu untuk guru guna mengadakan refleksi dan koreksi terhadap apa yang telah dilakukannya. Untuk bisa belajar dari pengalaman, ia harus tahu mana yang benar dan salah, serta baik dan buruk dampaknya pada proses belajar siswa.

e. Guru seyogianya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya, misalnya PGRI dan organisasi profesi lainnya (Supriadi, 1999:98).

Dalam konteks yang aplikatif, kemampuan professional guru dapat diwujudkan dalam penguasaan sepuluh kompetensi guru, yang meliputi:

1. Menguasai bahan, meliputi: a) menguasai bahan bidang studi dalam kurikulum, b) menguasai bahan pengayaan/penunjang bidang studi.

2. Mengelola program belajar-mengajar, meliputi: a) merumuskan tujuan pembelajaran, b) mengenal dan menggunakan prosedur pembelajaran yang tepat, c) melaksanakan program belajar-mengajar, d) mengenal kemampuan anak didik.

3. Mengelola kelas, meliputi: a) mengatur tata ruang kelas untuk pelajaran, b) menciptakan iklim belajar-mengajar yang serasi.

4. Penggunaan media atau sumber, meliputi: a) mengenal, memilih dan menggunakan media, b) membuat alat bantu yang sederhana, c) menggunakan perpustakaan dalam proses belajar-mengajar, d) menggunakan micro teaching untuk unit program pengenalan lapangan.

5. Menguasai landasan-landasan pendidikan.

6. Mengelola interaksi-interaksi belajar-mengajar.

7. Menilai prestasi siswa untuk kepentingan pelajaran.

8. Mengenal fungsi layanan bimbingan dan konseling di sekolah, meliputi: a) mengenal fungsi dan layanan program bimbingan dan konseling, b) menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling.

9. Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah.

10. Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran (Suryasubrata 1997:4-5).

3. Supervisi Pengajaran

Secara umum tujuan supervisi pengajaran adalah:
(1) meningkatkan efektivitas dan efisiensi belajar-mengajar,
(2) mengendalikan penyelenggaraan bidang teknis edukatif di sekolah sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan kebijakan yang telah ditetapkan,
(3) menjamin agar kegiatan sekolalah berlangsung sesuai dengan ketentuan yang berlaku sehingga segala sesuatunya berjalan lancar dan diperoleh hasil yang optimal,
(4) menilai keberhasilan sekolah dalam pelaksanaan tugasnya, dan
(5) memberikan bimbingan langsung untuk memperbaiki kesalahan, kekurangan dan kekilafan serta membantu memecahkan masalah yang dihadapi sekolah sehingga dapat dicegah kesalahan dan penyimpangan yang lebih jauh (Suprihatin, 1989:305).

Tujuan supervisi adalah memberikan layanan dan bantuan untuk meningkatkan kualitas mengajar guru di kelas yang pada gilirannya untuk meningkatkan kualitas belajar siswa. Bukan saja memperbaiki kemampuan mengajar tetapi juga mengembangkan potensi kualitas guru (Sahertian, 2000:19).

Permasalahan yang dihadapi dalam melaksanakan supervisi di lingkungan pendidikan dasar adalah bagaimana cara mengubah pola pikir yang bersifat otokrat dan korektif menjadi sikap yang konstruktif dan kreatif, yaitu sikap yang menciptakan situasi dan relasi di mana guru-guru merasa aman dan diterima sebagai subjek yang dapat berkembang sendiri. Untuk itu, supervisi harus dilaksanakan berdasarkan data, fakta yang objektif (Sahertian, 2000:20).

Supandi (1986:252), menyatakan bahwa ada dua hal yang mendasari pentingnya supervisi dalam proses pendidikan.

a. Perkembangan kurikulum merupakan gejala kemajuan pendidikan. Perkembangan tersebut sering menimbulkan perubahan struktur maupun fungsi kurikulum. Pelaksanaan kurikulum tersebut memerlukan penyesuaian yang terus-menerus dengan keadaan nyata di lapangan. Hal ini berarti bahwa guru-guru senantiasa harus berusaha mengembangkan kreativitasnya agar daya upaya pendidikan berdasarkan kurikulum dapat terlaksana secara baik. Namun demikian, upaya tersebut tidak selamanya berjalan mulus. Banyak hal sering menghambat, yaitu tidak lengkapnya informasi yang diterima, keadaan sekolah yang tidak sesuai dengan tuntutan kurikulum, masyarakat yang tidak mau membantu, keterampilan menerapkan metode yang masih harus ditingkatkan dan bahkan proses memecahkan masalah belum terkuasai. Dengan demikian, guru dan Kepala Sekolah yang melaksanakan kebijakan pendidikan di tingkat paling mendasar memerlukan bantuan-bantuan khusus dalam memenuhi tuntutan pengembangan pendidikan, khususnya pengembangan kurikulum.

b. Pengembangan personel, pegawai atau karyawan senantiasa merupakan upaya yang terus-menerus dalam suatu organisasi. Pengembangan personal dapat dilaksanakan secara formal dan informal. Pengembangan formal menjadi tanggung jawab lembaga yang bersangkutan melalui penataran, tugas belajar, loka karya dan sejenisnya. Sedangkan pengembangan informal merupakan tanggung jawab pegawai sendiri dan dilaksanakan secara mandiri atau bersama dengan rekan kerjanya, melalui berbagai kegiatan seperti kegiatan ilmiah, percobaan suatu metode mengajar, dan lain sebagainya.

Kegiatan supervisi pengajaran merupakan kegiatan yang wajib dilaksanakan dalam penyelenggaraan pendidikan. Pelaksanaan kegiatan supervisi dilaksanakan oleh kepala sekolah dan pengawas sekolah dalam memberikan pembinaan kepada guru. Hal tersebut karena proses belajar-mengajar yang dilaksakan guru merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan utama. Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Oleh karena kegiatan supervisi dipandang perlu untuk memperbaiki kinerja guru dalam proses pembelajaran.

Secara umum ada 2 (dua) kegiatan yang termasuk dalam kategori supevisi pengajaran, yakni:

a. Supervsi yang dilakukan oleh Kepala Sekolah kepada guru-guru SD.
Secara rutin dan terjadwal Kepala Sekolah melaksanakan kegiatan supervisi kepada guru-guru SD dengan harapan agar guru mampu memperbaiki proses pembelajaran yang dilaksanakan. Dalam prosesnya, kepala sekolah memantau secara langsung ketika guru sedang mengajar. Guru mendesain kegiatan pembelajaran dalam bentuk Rencana Pembelajaran kemudian kepala sekolah mengamati proses pembelajaran yang dilakukan guru.

Saat kegiatan supervisi berlangsung, kepala sekolah menggunakan leembar observasi yang sudah dibakukan, yakni Alat Penilaian Kemampuan Guru (APKG). APKG terdiri atas APKG 1 (untuk menilai Rencana Pembelajaran yang dibuat guru) dan APKG 2 (untuk menilai pelaksanaan proses pembelajaran) yang dilakukan guru.

b. Supervisi yang dilakukan oleh Pengawas Sekolah kepada Kepala Sekolah dan guru-guru untuk meningkatkan kinerja.
Kegiatan supervisi ini dilakukan oleh Pengawas Sekolah yang bertugas di suatu Gugus Sekolah. Gugus Sekolah adalah gabungan dari beberapa sekolah terdekat, biasanya terdiri atas 5-8 Sekolah Dasar. Hal-hal yang diamati pengawas sekolah ketika melakukan kegiatan supervisi untuk memantau kinerja kepala sekolah, di antaranya administrasi sekolah, meliputi:

1) Bidang Akademik, mencakup kegiatan:
(1) menyusun program tahunan dan semester,
(2) mengatur jadwal pelajaran,
(3) mengatur pelaksanaan penyusunan model satuan pembelajaran,
(4) menentukan norma kenaikan kelas,
(5) menentukan norma penilaian,
(6) mengatur pelaksanaan evaluasi belajar,
(7) meningkatkan perbaikan mengajar,
(8) mengatur kegiatan kelas apabila guru tidak hadir, dan
(9) mengatur disiplin dan tata tertib kelas.

2) Bidang Kesiswaan, mencakup kegiatan:
(1) mengatur pelaksanaan penerimaan siswa baru berdasarkan peraturan penerimaan siswa baru,
(2) mengelola layanan bimbingan dan konseling,
(3) mencatat kehadiran dan ketidakhadiran siswa, dan
(4) mengatur dan mengelola kegiatan ekstrakurikuler.

3) Bidang Personalia, mencakup kegiatan:
(1) mengatur pembagian tugas guru,
(2) mengajukan kenaikan pangkat, gaji, dan mutasi guru,
(3) mengatur program kesejahteraan guru,
(4) mencatat kehadiran dan ketidakhadiran guru, dan
(5) mencatat masalah atau keluhan-keluhan guru.

4) Bidang Keuangan, mencakup kegiatan:
(1) menyiapkan rencana anggaran dan belanja sekolah,
(2) mencari sumber dana untuk kegiatan sekolah,
(3) mengalokasikan dana untuk kegiatan sekolah, dan
(4) mempertanggungjawab-kan keuangan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

5) Bidang Sarana dan Prasarana, mencakup kegiatan:
(1) penyediaan dan seleksi buku pegangan guru,
(2) layanan perpustakaan dan laboratorium,
(3) penggunaan alat peraga,
(4) kebersihan dan keindahan lingkungan sekolah,
(5) keindahan dan kebersihan kelas, dan
(6) perbaikan kelengkapan kelas.

6) Bidang Hubungan Masyarakat, mencakup kegiatan:
(1) kerjasama sekolah dengan orangtua siswa,
(2) kerjasama sekolah dengan Komite Sekolah,
(3) kerjasama sekolah dengan lembaga-lembaga terkait, dan
(4) kerjasama sekolah dengan masyarakat sekitar (Depdiknas 1997).

Sedangkan ketika mensupervisi guru, hal-hal yang dipantau pengawas juga terkait dengan administrasi pembelajaran yang harus dikerjakan guru, diantaranya:

a. Penggunaan program semester

b. Penggunaan rencana pembelajaran

c. Penyusunan rencana harian

d. Program dan pelaksanaan evaluasi

e. Kumpulan soal

f. Buku pekerjaan siswa

g. Buku daftar nilai

h. Buku analisis hasil evaluasi

i. Buku program perbaikan dan pengayaan

j. Buku program Bimbingan dan Konseling

k. Buku pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler

D. KESIMPULAN

Kebijakan pendidikan harus ditopang oleh pelaku pendidikan yang berada di front terdepan yakni guru melalui interaksinya dalam pendidikan. Upaya meningkatkan mutu pendidikan perlu dilakukan secara bertahap dengan mengacu pada rencana strategis. Keterlibatan seluruh komponen pendidikan (guru, Kepala Sekolah, masyarakat, Komite Sekolah, Dewan Pendidikan, dan isntitusi) dalam perencanaan dan realisasi program pendidikan yang diluncurkan sangat dibutuhkan dalam rangka mengefektifkan pencapaian tujuan.

Implementasi kemampuan professional guru mutlak diperlukan sejalan diberlakukannya otonomi daerah, khsususnya bidang pendidikan. Kemampuan professional guru akan terwujud apabila guru memiliki kesadaran dan komitmen yang tinggi dalam mengelola interaksi belajar-mengajar pada tataran mikro, dan memiliki kontribusi terhadap upaya peningkatan mutu pendidikan pada tataran makro.

Salah satu upaya peningkatan profesional guru adalah melalui supervisi pengajaran. Pelaksanaan supervisi pengajaran perlu dilakukan secara sistematis oleh kepala sekolah dan pengawas sekolah bertujuan memberikan pembinaan kepada guru-guru agar dapat melaksanakan tugasnya secara efektif dan efisien. Dalam pelaksanaannya, baik kepala sekolah dan pengawas menggunakan lembar pengamatan yang berisi aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam peningkatan kinerja guru dan kinerja sekolah. Untuk mensupervisi guru digunakan lembar observasi yang berupa alat penilaian kemampuan guru (APKG), sedangkan untuk mensupervisi kinerja sekolah dilakukan dengan mencermati bidang akademik, kesiswaan, personalia, keuangan, sarana dan prasarana, serta hubungan masyarakat.

Implementasi kemampuan professional guru mensyaratkan guru agar mampu meningkatkan peran yang dimiliki, baik sebagai informator, organisator, motivator, director, inisiator, transmitter, fasilitator, mediator, dan evaluator sehingga diharapkan mampu mengembangkan kompetensinya.

Mewujudkan kondisi ideal di mana kemampuan professional guru dapat diimplementasikan sejalan diberlakukannya otonomi daerah, bukan merupakan hal yang mudah. Hal tersebut lantaran aktualisasi kemampuan guru tergantung pada berbagai komponen system pendidikan yang saling berkolaborasi. Oleh karena itu, keterkaitan berbagai komponen pendidikan sangat menentukan implementasi kemampuan guru agar mampu mengelola pembelajaran yang efektif, selaras dengan paradigma pembelajaran yang direkomendasiklan Unesco, "belajar mengetahui (learning to know), belajar bekerja (learning to do), belajar hidup bersama (learning to live together), dan belajar menjadi diri sendiri (learning to be)".

DAFTAR PUSTAKA

Balitbang Depdiknas. 2001. Data Standardisasi Kompetensi Guru. http://www.depdiknas.go.id.html).

Berliner, David. 2000. Educational Reform in an Era of Disinformation. http://www.olam.asu.edu/epaa/v1n2.html).

Depdiknas. 1997. Petunjuk Pengelolaan Adminstrasi Sekolah Dasar.Jakarta: Depdiknas.

Depdiknas. 2001. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (Buku 1). Jakarta: Depdiknas.

Fullan & Stiegerbauer.1991. The New Meaning of Educational Change. Boston: Houghton Mifflin Company.

Sapari, Achmad. 2002. Pemahaman Guru Terhadap Inovasi Pendidikan. Artikel. Jakarta: Kompas (16 Agustus 2002).

Sahertian, Piet A. 2000. Konsep-Konsep dan Teknik Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta.

Sucipto. 2003. Profesionalisasi Guru Secara Internal, Akuntabiliras Profesi. Makalah Seminar Nasional. Semarang: Universitas Negeri Semarang.

Supandi. 1996. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Jakarta: Departemen Agama Universitas Terbuka.

Supriadi, Dedi. 1999. Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.

Supriadi, Dedi. 2002. Laporan Akhir Tahun Bidang Pendidikan & Kebudayaan. Artikel. Jakarta : Kompas.

Suprihatin, MD. 1989. Administrasi Pendidikan (Fungsi dan Tanggung Jawab Kepala Sekolah sebagai Administrator dan Supervisor Sekolah. Semarang: IKIP Semarang Press.

Surya, Mohamad. 2002. Peran Organisasi Guru dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan. Seminar Lokakarya Internasional. Semarang : IKIP PGRI.

Suryasubrata.1997. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.

Wardani, IGK. 1996. Alat Penilaian Kemampuan Guru (APKG). Jakarta: Dirjen Dikti.

Townsend, Diana & Butterworth. 1992. Your Child's Scholl. New York: A Plime Book.

Usman, Moh Uzer. 2000. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Bimbingan dan konseling

Fungsi, Prinsip dan Asas Bimbingan dan Konseling
14 Maret 2008 AKHMAD SUDRAJAT
Fungsi Bimbingan dan Konseling adalah :
1.Fungsi Pemahaman, yaitu fungsi bimbingan dan konseling membantu konseli agar memiliki pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, dan norma agama). Berdasarkan pemahaman ini, konseli diharapkan mampu mengembangkan potensi dirinya secara optimal, dan menyesuaikan dirinya dengan lingkungan secara dinamis dan konstruktif.
2.Fungsi Preventif, yaitu fungsi yang berkaitan dengan upaya konselor untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh konseli. Melalui fungsi ini, konselor memberikan bimbingan kepada konseli tentang cara menghindarkan diri dari perbuatan atau kegiatan yang membahayakan dirinya. Adapun teknik yang dapat digunakan adalah pelayanan orientasi, informasi, dan bimbingan kelompok. Beberapa masalah yang perlu diinformasikan kepada para konseli dalam rangka mencegah terjadinya tingkah laku yang tidak diharapkan, diantaranya : bahayanya minuman keras, merokok, penyalahgunaan obat-obatan, drop out, dan pergaulan bebas (free sex).
3.Fungsi Pengembangan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang sifatnya lebih proaktif dari fungsi-fungsi lainnya. Konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi perkembangan konseli. Konselor dan personel Sekolah/Madrasah lainnya secara sinergi sebagai teamwork berkolaborasi atau bekerjasama merencanakan dan melaksanakan program bimbingan secara sistematis dan berkesinambungan dalam upaya membantu konseli mencapai tugas-tugas perkembangannya. Teknik bimbingan yang dapat digunakan disini adalah pelayanan informasi, tutorial, diskusi kelompok atau curah pendapat (brain storming), home room, dan karyawisata.
4.Fungsi Penyembuhan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang bersifat kuratif. Fungsi ini berkaitan erat dengan upaya pemberian bantuan kepada konseli yang telah mengalami masalah, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir. Teknik yang dapat digunakan adalah konseling, dan remedial teaching.
5.Fungsi Penyaluran, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan atau program studi, dan memantapkan penguasaan karir atau jabatan yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian dan ciri-ciri kepribadian lainnya. Dalam melaksanakan fungsi ini, konselor perlu bekerja sama dengan pendidik lainnya di dalam maupun di luar lembaga pendidikan.
6.Fungsi Adaptasi, yaitu fungsi membantu para pelaksana pendidikan, kepala Sekolah/Madrasah dan staf, konselor, dan guru untuk menyesuaikan program pendidikan terhadap latar belakang pendidikan, minat, kemampuan, dan kebutuhan konseli. Dengan menggunakan informasi yang memadai mengenai konseli, pembimbing/konselor dapat membantu para guru dalam memperlakukan konseli secara tepat, baik dalam memilih dan menyusun materi Sekolah/Madrasah, memilih metode dan proses pembelajaran, maupun menyusun bahan pelajaran sesuai dengan kemampuan dan kecepatan konseli.
7.Fungsi Penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli agar dapat menyesuaikan diri dengan diri dan lingkungannya secara dinamis dan konstruktif.
8.Fungsi Perbaikan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli sehingga dapat memperbaiki kekeliruan dalam berfikir, berperasaan dan bertindak (berkehendak). Konselor melakukan intervensi (memberikan perlakuan) terhadap konseli supaya memiliki pola berfikir yang sehat, rasional dan memiliki perasaan yang tepat sehingga dapat mengantarkan mereka kepada tindakan atau kehendak yang produktif dan normatif.
9.Fungsi Fasilitasi, memberikan kemudahan kepada konseli dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, serasi, selaras dan seimbang seluruh aspek dalam diri konseli.
10.Fungsi Pemeliharaan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli supaya dapat menjaga diri dan mempertahankan situasi kondusif yang telah tercipta dalam dirinya. Fungsi ini memfasilitasi konseli agar terhindar dari kondisi-kondisi yang akan menyebabkan penurunan produktivitas diri. Pelaksanaan fungsi ini diwujudkan melalui program-program yang menarik, rekreatif dan fakultatif (pilihan) sesuai dengan minat konseli
Terdapat beberapa prinsip dasar yang dipandang sebagai fundasi atau landasan bagi pelayanan bimbingan. Prinsip-prinsip ini berasal dari konsep-konsep filosofis tentang kemanusiaan yang menjadi dasar bagi pemberian pelayanan bantuan atau bimbingan, baik di Sekolah/Madrasah maupun di luar Sekolah/Madrasah. Prinsip-prinsip itu adalah:
1.Bimbingan dan konseling diperuntukkan bagi semua konseli. Prinsip ini berarti bahwa bimbingan diberikan kepada semua konseli atau konseli, baik yang tidak bermasalah maupun yang bermasalah; baik pria maupun wanita; baik anak-anak, remaja, maupun dewasa. Dalam hal ini pendekatan yang digunakan dalam bimbingan lebih bersifat preventif dan pengembangan dari pada penyembuhan (kuratif); dan lebih diutamakan teknik kelompok dari pada perseorangan (individual).
2.Bimbingan dan konseling sebagai proses individuasi. Setiap konseli bersifat unik (berbeda satu sama lainnya), dan melalui bimbingan konseli dibantu untuk memaksimalkan perkembangan keunikannya tersebut. Prinsip ini juga berarti bahwa yang menjadi fokus sasaran bantuan adalah konseli, meskipun pelayanan bimbingannya menggunakan teknik kelompok.
3.Bimbingan menekankan hal yang positif. Dalam kenyataan masih ada konseli yang memiliki persepsi yang negatif terhadap bimbingan, karena bimbingan dipandang sebagai satu cara yang menekan aspirasi. Sangat berbeda dengan pandangan tersebut, bimbingan sebenarnya merupakan proses bantuan yang menekankan kekuatan dan kesuksesan, karena bimbingan merupakan cara untuk membangun pandangan yang positif terhadap diri sendiri, memberikan dorongan, dan peluang untuk berkembang.
4.Bimbingan dan konseling Merupakan Usaha Bersama. Bimbingan bukan hanya tugas atau tanggung jawab konselor, tetapi juga tugas guru-guru dan kepala Sekolah/Madrasah sesuai dengan tugas dan peran masing-masing. Mereka bekerja sebagai teamwork.
5.Pengambilan Keputusan Merupakan Hal yang Esensial dalam Bimbingan dan konseling. Bimbingan diarahkan untuk membantu konseli agar dapat melakukan pilihan dan mengambil keputusan. Bimbingan mempunyai peranan untuk memberikan informasi dan nasihat kepada konseli, yang itu semua sangat penting baginya dalam mengambil keputusan. Kehidupan konseli diarahkan oleh tujuannya, dan bimbingan memfasilitasi konseli untuk memper-timbangkan, menyesuaikan diri, dan menyempurnakan tujuan melalui pengambilan keputusan yang tepat. Kemampuan untuk membuat pilihan secara tepat bukan kemampuan bawaan, tetapi kemampuan yang harus dikembangkan. Tujuan utama bimbingan adalah mengembangkan kemampuan konseli untuk memecahkan masalahnya dan mengambil keputusan.
6.Bimbingan dan konseling Berlangsung dalam Berbagai Setting (Adegan) Kehidupan. Pemberian pelayanan bimbingan tidak hanya berlangsung di Sekolah/Madrasah, tetapi juga di lingkungan keluarga, perusahaan/industri, lembaga-lembaga pemerintah/swasta, dan masyarakat pada umumnya. Bidang pelayanan bimbingan pun bersifat multi aspek, yaitu meliputi aspek pribadi, sosial, pendidikan, dan pekerjaan.
Keterlaksanaan dan keberhasilan pelayanan bimbingan dan konseling sangat ditentukan oleh diwujudkannya asas-asas berikut.
1.Asas Kerahasiaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menuntut dirahasiakanya segenap data dan keterangan tentang konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui oleh orang lain. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban penuh memelihara dan menjaga semua data dan keterangan itu sehingga kerahasiaanya benar-benar terjamin.
2.Asas kesukarelaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan konseli (konseli) mengikuti/menjalani pelayanan/kegiatan yang diperlu-kan baginya. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban membina dan mengembangkan kesukarelaan tersebut.
3.Asas keterbukaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan/kegiatan bersifat terbuka dan tidak berpura-pura, baik di dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban mengembangkan keterbukaan konseli (konseli). Keterbukaan ini amat terkait pada terselenggaranya asas kerahasiaan dan adanya kesukarelaan pada diri konseli yang menjadi sasaran pelayanan/kegiatan. Agar konseli dapat terbuka, guru pembimbing terlebih dahulu harus bersikap terbuka dan tidak berpura-pura.
4.Asas kegiatan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan berpartisipasi secara aktif di dalam penyelenggaraan pelayanan/kegiatan bimbingan. Dalam hal ini guru pembimbing perlu mendorong konseli untuk aktif dalam setiap pelayanan/kegiatan bimbingan dan konseling yang diperuntukan baginya.
5.Asas kemandirian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menunjuk pada tujuan umum bimbingan dan konseling, yakni: konseli (konseli) sebagai sasaran pelayanan bimbingan dan konseling diharapkan menjadi konseli-konseli yang mandiri dengan ciri-ciri mengenal dan menerima diri sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan serta mewujudkan diri sendiri. Guru pembimbing hendaknya mampu mengarahkan segenap pelayanan bimbingan dan konseling yang diselenggarakannya bagi berkembangnya kemandirian konseli.
6.Asas Kekinian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar objek sasaran pelayanan bimbingan dan konseling ialah permasalahan konseli (konseli) dalam kondisinya sekarang. Pelayanan yang berkenaan dengan “masa depan atau kondisi masa lampau pun” dilihat dampak dan/atau kaitannya dengan kondisi yang ada dan apa yang diperbuat sekarang.
7.Asas Kedinamisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar isi pelayanan terhadap sasaran pelayanan (konseli) yang sama kehendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.
8.Asas Keterpaduan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar berbagai pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis, dan terpadu. Untuk ini kerja sama antara guru pembimbing dan pihak-pihak yang berperan dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling perlu terus dikembangkan. Koordinasi segenap pelayanan/kegiatan bimbingan dan konseling itu harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
9.Asas Keharmonisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar segenap pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada dan tidak boleh bertentangan dengan nilai dan norma yang ada, yaitu nilai dan norma agama, hukum dan peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan yang berlaku. Bukanlah pelayanan atau kegiatan bimbingan dan konseling yang dapat dipertanggungjawabkan apabila isi dan pelaksanaannya tidak berdasarkan nilai dan norma yang dimaksudkan itu. Lebih jauh, pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling justru harus dapat meningkatkan kemampuan konseli (konseli) memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai dan norma tersebut.
10.Asas Keahlian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional. Dalam hal ini, para pelaksana pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling hendaklah tenaga yang benar-benar ahli dalam bidang bimbingan dan konseling. Keprofesionalan guru pembimbing harus terwujud baik dalam penyelenggaraan jenis-jenis pelayanan dan kegiatan dan konseling maupun dalam penegakan kode etik bimbingan dan konseling.
11.Asas Alih Tangan Kasus, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan konseli (konseli) mengalihtangankan permasalahan itu kepada pihak yang lebih ahli. Guru pembimbing dapat menerima alih tangan kasus dari orang tua, guru-guru lain, atau ahli lain ; dan demikian pula guru pembimbing dapat mengalihtangankan kasus kepada guru mata pelajaran/praktik dan lain-lain.
DAFTAR RUJUKAN
AACE. (2003). Competencies in Assessment and Evaluation for School Counselor. http://aace.ncat.edu
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia. (2007). Penataan Pendidikan Profesional Konselor. Naskah Akademik ABKIN (dalam proses finalisasi).
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia. (2005). Standar Kompetensi Konselor Indonesia. Bandung: ABKIN
Bandura, A. (Ed.). (1995). Self-Efficacy in Changing Soceties. Cambridge, UK: Cambridge University Press.
BSNP dan PUSBANGKURANDIK, Balitbang Diknas. (2006). Panduan Pengembangan Diri: Pedoman untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Draft. Jakarta: BSNP dan PUSBANGKURANDIK, Depsiknas.
Cobia, Debra C. & Henderson, Donna A. (2003). Handbook of School Counseling. New Jersey, Merrill Prentice Hall
Corey, G. (2001). The Art of Integrative Counseling. Belomont, CA: Brooks/Cole.
Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Pendidikan Tinggi. (2003). Dasar Standardisasi Profesionalisasi Konselor. Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kepen-didikan dan Ketenagaan Pendidikan Tinggi, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.
Engels, D.W dan J.D. Dameron, (Eds). (2005). The Professional Counselor Competencies: Performance Guidelines and Assessment. Alexandria, VA: AACD.
Browers, Judy L. & Hatch, Patricia A. (2002). The National Model for School Counseling Programs. ASCA (American School Counselor Association).
Comm, J.Nancy. (1992). Adolescence. California : Myfield Publishing Company.
Depdiknas. (2003). Pelayanan Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Puskur Balitbang.
Depdiknas, (2005), Permen RI nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,
Depdiknas, 2006), Permendiknas no 22 tahun 2006 tentang Standar Isi,
Depdiknas, (2006), Permendiknas no 24 tahun 2006 tentang pelaksanaan SI dan SKL,
Ellis, T.I. (1990). The Missouri Comprehensive Guidance Model. Columbia: The Educational Resources Information Center.
Gibson R.L. & Mitchel M.H. (1986). Introduction to Counseling and Guidance. New York : MacMillan Publishing Company.
Havighurts, R.J. (1953). Development Taks and Education. New York: David Mckay.
Herr Edwin L. (1979). Guidance and Counseling in the Schools. Houston : Shell Com.
Hurlock, Alizabeth B. (1956). Child Development. New York : McGraw Hill Book Company Inc.
Ketetapan Pengurus Besar Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia Nomor 01/Peng/PB-ABKIN/2007 bahwa Tenaga Profesional yang melaksanakan pelayanan professional Bimbingan dan Konseling disebut Konselor dan minimal berkualifikasi S1 Bimbingan dan Konseling.
Menteri Pendidikan Nasional. 2006. Peraturan Menteri Nomor 22 tentang Standar Isi. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
Menteri Pendidikan Nasional. 2006. Peraturan Menteri Nomor 23 tentang Standar Kompetensi Lulusan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Michigan School Counselor Association. (2005). The Michigan Comprehensive Guidance and Counseling Program.
Muro, James J. & Kottman, Terry. (1995). Guidance and Counseling in The Elementary and Middle Schools. Madison : Brown & Benchmark.
Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Pikunas, Lustin. (1976). Human Development. Tokyo : McGraw-Hill Kogakusha,Ltd.
Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas. (2003). Panduan Pelayanan Bimbingan dan Konseling. Jakarta : Balitbang Depdiknas.
Sunaryo Kartadinata, dkk. (2003). Pengembangan Perangkat Lunak Analisis Tugas Perkembangan Peserta didik dalam Upaya Meningkatkan Mutu Pelayanan dan Manajemen Bimbingan dan Konseling di Sekolah/Madrasahdrasah (Laporan Riset Unggulan Terpadu VIII). Jakarta : Kementrian Riset dan Teknologi RI, LIPI.
Syamsu Yusuf L.N. (2005). Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah/Madrasah. Bandung : CV Bani Qureys.
——–. 2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung : Remaja Rosda Karya.
——–.dan Juntika N. (2005). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya.
Stoner, James A. (1987). Management. London : Prentice-Hall International Inc.
Undang-undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Undang-Undang Nomor 14 tahun 2006 tentang Guru dan Dosen
Wagner William G. (1996). “Optimal Development in Adolescence : What Is It and How Can It be Encouraged”? The Counseling Psychologist. Vol 24 No. 3 July’96.
Woolfolk, Anita E. 1995. Educational Psychology. Boston : Allyn & Bacon.